Surabaya - Sebanyak empat orang mantan narapidana dari Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) Blitar dan LP Jombang mementaskan drama berjudul "Maha Ibu" di Gedung Cak Durasim, Taman Budaya Jatim, Surabaya, Rabu malam. "Ibu, masihkah kau menungguku? Ibu, penjara membuatku tak mengenal keluarga dan orang lain," kata Fredi Krisdiantoro, salah seorang pemain Teater Rumah Hati Jombang ketika hendak mengakhiri lakon itu. Dalam lakon itu, keempat napi anak bernama Fredi Krisdiantoro dan Eko Pamuji (LP Jombang) serta M Musthofa dan Wahyu Santoso (LPA Blitar) diceritakan bebas dari tahanan, namun mereka tidak menemukan jalan keluar. Mereka akhirnya berkeliling mencari jalan ke arah rumahnya, tapi tidak kunjung ketemu dan akhirnya keempatnya bertemu pada lokasi yang sama, lalu saling menceritakan pengalamannya masing-masing. Satu pengalaman yang sama adalah mereka hanya mengingat ibunya yang selalu mendidik dengan sabar, sehingga mereka rindu dan berharap ibunya menjemput kepulangannya. Namun, mereka lupa jalan ke arah rumahnya akibat lama dipenjara. "Saya masih ingat saat mencuri bor, lalu massa datang mengeroyok dan saya akhirnya dituduh mencuri handphone, ayam, bor, dan banyak lagi, sehingga saya masuk penjara 3,5 bulan," kata Eko yang kelahiran Jombang, 17 September 1994 itu. Mantan napi LP Jombang bersama Fredi itu, mengaku tidak mengerti sikap perangkat desa yang tak membelanya saat dikeroyok massa hingga babak belur. "Ibu, sakit rasanya dikeroyok massa itu," kata napi yang putus SMA saat kelas dua itu. Lain halnya dengan Fredi, rekannya yang juga kelahiran Jombang pada 8 Desember 1994 itu. "Saya senang dengan pacar, bahkan orang tua kami juga setuju, tapi tante pacar saya tidak setuju dan saya dituduh menghamili," katanya. Hampir sama dengan itu, mantan napi LPA Blitar, M Musthofa, mengaku dirinya juga dituduh memperkosa seorang perempuan. "Saya pernah sekolah di tsanawiah dan pernah mondok, tapi saya pengangguran hingga saya akhirnya suka mabuk," katanya. Saat mabuk bersama rekan-rekannya itulah, ia dihampiri seorang perempuan, sehingga dia dan rekan-rekannya pun mencium perempuan itu, namun perempuan itu tidak lari, lalu dirinya pun mengusirnya. "Saat saya usir, dia pulang dengan menangis, lalu dia datang dengan saudaranya dan menuduh saya memperkosa. Saya menolak, karena memang tidak melakukan sesuai tuduhan itu, lalu mereka memanggil polisi," kata lelaki kelahiran Nganjuk, 3 Maret 1989 itu. Polisi pun memaksanya mengaku dan dirinya tetap tidak mengaku, lalu perempuan itu divisum dan terbukti masih perawan, namun dirinya tetap dihajar polisi selama lima jam agar mengaku memperkosa hingga kemudian dipenjara selama lima bulan. "Ibu, aku sudah keluar dari tahanan. Bagaimana aku mengawali semuanya, aku sulit bekerja. Ibu, maafkan aku yang pernah marah-marah saat kau marahi hingga kau pun selalu diam saat aku bicara. Ibu, dimana kau....," katanya. Sementara itu, mantan napi LPA Blitar, Wahyu Santoso, yang kelahiran Kediri pada 5 Maret 1991, juga mengaku perbuatan yang hampir sama yakni tuduhan pencabulan dan ditahan tiga bulan. "Saya senang main teater, karena saya dan kawan-kawan lebih bisa mengontrol emosi," kata mantan napi Eko Pamuji, didampingi sutradara Zainuri dan asisten sutradara, Arief Winarko. "Sebagai sutradara, saya juga senang, karena teater bermanfaat untuk mengendalikan emosi mereka, bahkan mereka juga senang karena pengalaman dirinya yang jelek itu bermanfaat bagi orang lain untuk pelajaran kehidupan," kata Zainuri kepada ANTARA. (*)
Empat Mantan Napi Anak Pentaskan "Maha Ibu"
Rabu, 4 April 2012 20:07 WIB