Jakarta (ANTARA) - Meski situasi penuh tantangan akibat erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki yang mengguncang Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), para guru dan siswa tetap semangat dan penuh haru memperingati Hari Guru Nasional di lokasi-lokasi posko.
Dalam keterangan dari Dinas Komunikasi dan Informatika Flores Timur yang diterima di Jakarta, Senin, guru di SDI Nobo Ilona Tukan menyebutkan, walaupun situasi di pengungsian dengan fasilitas terbatas, peringatan Hari Guru tetap berlangsung dengan penuh kebanggaan, haru, dan semangat.
"Walau terbatas, kami tetap bangga karena bisa merayakan Hari Guru bersama guru dan siswa siswi dari sekolah lain yang juga mengungsi di sini dengan kegiatan-kegiatan positif," ujar Ilona di Pos Lapangan (Poslap) Eputobi, Desa Lewoingu, Demung Pagong, Flores Timur, Senin.
Baca juga: Menko PMK tinjau rumah huntara bagi penyintas erupsi Lewotobi
Biasanya, kata dia peringatan Hari Guru Nasional di sekolah diisi dengan pemberian hadiah dan saling tukar kado. Namun, karena bencana erupsi yang mengakibatkan kerusakan pada bangunan sekolah, tradisi tersebut tidak dapat dilakukan.
"Tahun ini, siswa-siswi hanya menyematkan pita kepada guru. Busana yang kami kenakan juga apa adanya, jadi ada rasa haru dan semangat yang bersatu," lanjutnya.
Meski demikian, Ilona tetap berkomitmen untuk mengajar ratusan siswa yang mengungsi di Pos Lapangan Pengungsian Eputobi, bukan hanya siswa SDI Nobo, tetapi juga siswa-siswa dari sekolah lain yang terdampak bencana.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Guru SMPN 1 Atap Nobo Agnes Oyan yang mengaku terharu bisa memperingati Hari Guru Nasional di tengah pengungsian. "Kami semua mengenakan busana seadanya. Beberapa siswa bahkan tidak sempat membawa pakaian saat bencana terjadi," ujarnya.
Namun, meskipun situasi penuh keterbatasan, Agnes merasa senang bisa berkumpul dengan guru-guru lainnya, sementara siswa-siswi juga bisa berinteraksi dengan teman-teman dari sekolah yang tidak terdampak bencana.
"Saya merasa sedih, terharu, dan bahagia. Ini adalah momen kami bisa berkumpul dengan guru-guru lain, dan siswa-siswi bertemu dengan teman-teman yang sekolahnya tidak terdampak," kata Agnes.
Ia berharap bencana itu segera berlalu dan anak-anak bisa kembali ke sekolah dengan nyaman. Sementara itu, Guru di SMAS PGRI Gelekat Boru Monica Mice Making juga mengungkapkan perasaan serupa. Meskipun bangunan sekolahnya rusak akibat erupsi, semangat anak-anak di lokasi posko tetap membuatnya tersenyum.
"Hari Guru tahun ini memang berbeda, namun kebersamaan ini menjadi penguat kami untuk melewatinya. Kami berharap pemerintah segera memperbaiki atau merelokasi sekolah agar kegiatan pendidikan bisa kembali berjalan," tuturnya.
Siswi SMAN 1 Wulanggitang Hewa Martina Roja Soge menuturkan ia dan teman-teman berinisiatif memberikan ucapan Hari Guru secara bersama-sama karena dalam kondisi bencana seperti ini, hanya ucapan terima kasih atas perjuangan para guru.
"Biasanya ada saja kado-kado sederhana tapi istimewa yang kami persembahkan kepada Bapak/Ibu Guru, tapi saat ini karena di pengungsian semua terbatas. Selamat Hari Guru Nasional, semoga seluruh guru tetap semangat berjuang tanpa kenal tanda jasa," tutur Martina yang juga bersekolah di tenda darurat.
Berdasarkan data dari Posko Tanggap Darurat Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki per 22 November 2024 pukul 20.00 WITA, sebanyak 26 sekolah terdampak bencana, yang terdiri dari 14 Taman Kanak-Kanak (TK), 6 Sekolah Dasar (SD), 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 3 Sekolah Menengah Atas (SMA).
Untuk memastikan kelangsungan pendidikan, Kementerian Sosial telah mendirikan belasan sekolah darurat di lokasi pengungsian.