Jakarta (ANTARA) - Pengamat mata uang Rully Arya Wisnubroto mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dipengaruhi faktor teknikal.
“Sepertinya memang ada faktor teknikal mengingat rupiah sudah menguat signifikan dalam beberapa waktu,” ujarnya ketika ditanya Antara, Jakarta, Selasa.
Hingga saat ini, kurs rupiah melemah 66 poin atau 0,44 persen menjadi Rp15.206 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.140 per dolar AS.
Selain faktor teknikal, peningkatan lumayan drastis arus modal asing yang keluar dari pasar keuangan domestik mempengaruhi pelemahan rupiah.
Baca juga: KPU Jember: Dana awal kampanye dua paslon nol rupiah hingga Rp1 juta
“Memang arus modal asing keluar juga lumayan drastis di akhir-akhir bulan September,” ucap Rully.
Bank Indonesia (BI) mengatakan aliran modal asing keluar bersih dari pasar keuangan domestik mencapai Rp9,73 triliun selama periode transaksi 23-26 September 2024. Nilai tersebut terdiri dari aliran modal asing keluar bersih di pasar saham Rp2,88 triliun, Surat Berharga Negara (SBN) Rp1,30 triliun, dan di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) Rp5,55 triliun.
Dengan demikian, sejak 1-26 September 2024, total modal asing masuk bersih di pasar SBN Rp31,07 triliun, di pasar saham Rp57,13 triliun, dan di SRBI Rp193,60 triliun.
Pada Senin (30/9), kurs rupiah terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan tergelincir menjadi Rp15.140 per dolar AS setelah rilis inflasi Indeks Harga Belanja Personal atau Personal Consumption Expenditure (PCE) Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dari ekspektasi.
Pada akhir perdagangan Senin, rupiah merosot 15 poin atau 0,10 persen menjadi Rp15.140 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.125 per dolar AS.
“Indeks PCE secara bulanan di bulan Agustus turun ke 0,1 persen 'month on month' (mom) dari 0,2 persen mom, sesuai dengan ekspektasi. Namun, Indeks Harga PCE tahunan menurun ke 2,2 persen year on year (yoy), lebih rendah dari ekspektasi 2,3 persen yoy,” kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede.