Suharno: Sstem RDKK Pupuk Bersubsidi Rawan Penyelewengan
Jumat, 27 Januari 2012 8:34 WIB
Madiun - Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Suharno, menilai pupuk merupakan hal yang sangat penting dan berharga bagi para petani.
Untuk mendapatkan pupuk, petani bisa melakukan apa saja. Sebab, pupuk merupakan salah satu kunci keberhasilan saat panen pada suatu tanaman tertentu yang ditanam.
Karena itu juga pemerintah sangat mengawasi penggunaan dan peredaran pupuk di pasaran dengan menggunakan sistem pupuk bersubsidi karena memang keberadaannya yang mencakupi hajat hidup bagi orang banyak layaknya bahan bakar umum (BBM).
Dengan sistem bersubsidi pengadaan dan penyaluran pupuk telah ditataniagakan dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan di penyalur resmi di lini IV atau kios penyalur pupuk di tingkat desa dan kecamatan.
"Meski demikian, ada saja praktik-praktik penyelewengan yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggungjawab untuk menyalahgunakan pupuk bersubsidi demi kepentingan pribadi. Jika sudah demikian, petani lagi yang kena imbasnya, pupuk menjadi langka hingga sulit dicari di pasaran," ujar Suharno.
Sebenarnya, kata dia, sistem distribusi pupuk bersubsidi dengan cara tertutup yang menggunakan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) sudah sangat baik.
Hanya saja, masing-masing lini harus dievaluasi. Terlebih pada lini distributor dan pengecer pupuk bersubsidi harus dilakukan pengawasan ketat.
"Sebab, selama ini fakta di lapangan, penyelewengan banyak terjadi di tingkat distributor dan pengecer, meski ada juga beberapa kasus yang menyangkut lini atas. Kebanyakan, beberapa pengecer dan toko-toko menganggap pupuk bersubsidi sebagai barang dagangan pada umumnya, sehingga dijual dengan harga pasar," kata Suharno.
Selain itu, petani yang membeli pupuk bersubsidi itu, terkadang ada juga yang tidak didata berdasarkan RDKK. Sehingga, agar RDKK dan penyaluran pupuk bersubsidi berjalan lancar maka semua lini harus berfungsi dengan baik.
Hal lain yang membuat rawan penyelewengan pupuk adalah pembatasan alokasi dari penetapan RDKK oleh SK Bupati dan Gubernur. Padahal pembatasan alokasi tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan petani di lapangan.
"Ini yang membuat serba salah. Seperti penggunaan pupuk Urea di Kabupaten Madiun yang ditetapkan hanya 2,5 kuintal per hektare, padahal kebutuhannya lebih dari itu," kata dia.
Dengan pembatasan alokasi yang dilakukan oleh PT Kaltim sebesar 2,5 kuintal per hektare, maka penggunaan pupuk urea bersubsidi di Kabupaten Madiun pada tahun 2011 mencapai 22.000 ton. Padahal jatah pupuk urea yang ditetapkan sesuai SK Gubernur Jatim sekitar 32.000 ton.
"Sisa dari pembatasan alokasi tersebut kemana? Hal inilah yang membuat nasib para petani semakin terpuruk," tambah dia.
Karena itu, pihaknya berharap agar pembatasan alokasi yang ditetapkan di Kabupaten Madiun dapat disesuaikan dengan kebutuhan petani pada setipa musim tanamnya. (*)