Bondowoso (ANTARA) - Kementerian Kesehatan baru-baru ini merilis hasil skrining kesehatan jiwa yang melibatkan 12.121 mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di 28 rumah sakit vertikal pendidikan di Indonesia pada tanggal 21, 22, dan 24 Maret 2024.
Penapisan atau screening itu menunjukkan bahwa 22,4 persen atau 2.716 peserta PPDS tercatat mengalami gejala depresi, dengan kategori depresi sedang-berat dan depresi berat, bahkan, sebagian ada yang mengaku ingin mengakhiri hidup.
Stres adalah keadaan alami dari setiap manusia ketika menghadapi perubahan di lingkungan sosial yang mengharuskan seseorang menyesuaikan diri.
Stres menjadi masalah ketika kadarnya berlebihan sehingga menyebabkan seseorang tidak mampu lagi menggunakan pikiran rasional, salah satunya muncul keinginan untuk memilih jalan mengakhiri hidup.
Banyak cara yang bisa ditempuh oleh orang yang mengalami tekanan jiwa, dengan berbagai bentuk penyebabnya, salah satunya berkonsultasi ke psikiater atau psikolog. Bisa juga melalui jalan spiritual, khususnya melalui praktik ritual keagamaan.
Selain itu, ada cara praktis dan mudah yang bisa digunakan oleh siapa pun untuk mengelola stres agar tidak berdampak buruk yang lebih parah.
Metode "Emotional Freedom Technique" (EFT) yang juga dikenal sebagai metode tapping ini diulas berdasarkan logika dan cara praktiknya dalam buku berjudul "The Tapping Solution for Parents, Children, and Teenagers" karya Nicolas (Nick) Ortner.
Baca juga: Sejumlah timses dan KPPS di Ponorogo alami stres usai pencoblosan
Buku yang dalam Bahasa Indonesianya diterbitkan oleh AFN Publishing Semarang ini memberikan solusi cepat bagaimana seseorang bisa berdamai dengan tekanan jiwa yang dihadapinya, hanya dengan meluangkan waktu sekitar 15 menit untuk mengetuk-ngetuk (tapping) di beberapa bagian tubuh.
Nick Ortner, sebelum membagikan cara mudah agar seseorang mampu menerima semua keadaan, telah menerapkan metode ini kepada jutaan orang, dengan hasil yang sudah terverifikasi sangat memuaskan.
Lewat metode ini kita dibawa untuk menemukan potensi unik setiap diri guna mewujudkan kehidupan yang bahagia, produktif, dan berkelimpahan.
Teknik yang dikembangkan dari pengobatan Tiongkok kuno ini merupakan upaya untuk menyelaraskan kembali jalur-jalur meridian dalam tubuh, yang mirip dengan saluran serat optik.
Praktiknya mirip dengan akupunktur, namun metode tapping ini berupa tindakan mengetuk-ngetuk beberapa titik meridian sehingga juga mirip dengan tindakan akupresur.
Dengan mengakses jalur meridian sambil memproses ulang emosi, pikiran, termasuk gangguan fisik, teknik tapping ini, menurut Nick Ortner, dapat menjangkau akar penyebab stres lebih cepat dibandingkan dengan teknik pereda stres lainnya.
Teknik tapping dapat mengirimkan sinyal menenangkan dan merilekskan langsung ke amigdala, salah satu bagian dari otak manusia yang berfungsi untuk memproses emosi.
Tapping dapat menetralisasi pengalaman apa yang dianggap sebagai ancaman bagi kelangsungan hidup sehingga menyebabkan jiwa seseorang terguncang, diganti dengan program baru yang lebih positif.
Tidak hanya pengalaman nyata yang disaksikan Nick Ortner saat menangani "pasien"-nya, buku ini juga mengetengahkan hasil penelitian, salah satunya oleh Dawson Church, Ph.D. Dalam studi "double-blind", saat orang stres berbicara di hadapan khalayak, diperoleh hasil bahwa kelompok kontrol yang menerima terapi bicara konvensional hanya menunjukkan penurunan kortisol 14 persen, sedangkan kelompok dengan metode tapping menunjukkan rata-rata penurunan hingga 24 persen, bahkan ada yang hingga mencapai 50 persen.
Kortisol adalah hormon penting yang memengaruhi hampir setiap organ dalam jaringan tubuh manusia, termasuk mengatur respons stres. Bahkan kortisol juga dikenal sebagai hormon stres.
Nick Ortner juga mengemukakan hasil penelitian lainnya bahwa akupunktur dapat meningkatkan kadar endorfin dalam tubuh. Karena tapping melibatkan titik akupunktur yang sama sekaligus juga menurunkan kortisol, maka disimpulkan bahwa tapping, seperti akupunktur, memungkinkan tubuh melampaui endorfin yang kemudian memperkuat perasaan positif, serta kesejahteraan fisik dan emosional.
Meskipun judul buku ini lebih menonjolkan tapping untuk pengasuhan, untuk anak dan remaja, sesungguhnya bisa dipraktikkan oleh semua kelompok umur, tidak peduli dengan latar belakang apa pun penyebab stres yang dialami seseorang.
Bukan hanya mampu menyelesaikan masalah psikis, teknik tapping juga sudah dibuktikan mampu membantu menyelesaikan masalah fisik.
Aswar, pengampu ilmu kesadaran yang juga praktisi teknik tapping di Indonesia, telah membuktikan bahwa beberapa pesertanya mampu membantu menyelesaikan masalah fisik.
Dari beberapa peserta itu ada, seorang laki-laki yang sudah 9 tahun menjalani cuci darah karena gagal ginjal, kini sudah mengalami perkembangan kesehatan yang sangat bagus, dengan mempraktikkan tapping secara kontinu.
Keluhan pasien gagal ginjal, yang biasanya mengalami gejala fisik penyerta dari keadaan ginjalnya yang tidak berfungsi maksimal, seperti asam urat, darah tinggi, gatal-gatal karena alergi makanan, lesu dan lemah, serta HB rendah itu, kini sudah hilang.
Alur membaiknya kesehatan fisik lewat teknik tapping ini, awalnya, memperbaiki ketenangan dan kedamaian jiwa sehingga berpengaruh pada kondisi fisik. Dengan kemampuan mengakses jiwa damai, tubuh seseorang mampu meregulasi kesehatan diri. Sementara itu, saat seseorang mengalami sakit fisik, biasanya diikuti dengan menurunnya kualitas jiwa, seperti selalu khawatir dan dihantui rasa takut.
Dengan membawa jiwanya pada kondisi selalu tenang dan damai, maka fisik tidak lagi harus memiliki beban berat, sehingga lambat laun mengalami kepulihan untuk menuju kondisi yang prima dan sehat.
Karena itu, teknik tapping ini sangat bagus dan layak dipraktikkan oleh semua lapisan masyarakat, terutama di lingkungan keluarga sehingga kita dengan mudah bisa membangun rumah yang bahagia, sehat, dan tangguh.
Editor: Achmad Zaenal M
"Stres ? ditapping saja"
Selasa, 23 April 2024 9:56 WIB