"Terkait pesta demokrasi, saya yakin kondisi Jatim relatif stabil dan terkendali karena karakteristik masyarakat Jatim cenderung terbuka, logis, berpikiran luas dan selalu menjaga kekompakan," kata Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto di Surabaya, Jumat.
Adik menyebut optimisme tersebut dengan melihat pengalaman yang telah dilewati, yaitu pada saat pemilu 2014 dan 2019 di mana Jatim menjadi daerah pertarungan terakhir antarcalon presiden dan ternyata bisa terlaksana dengan damai, tanpa ada kericuhan.
"Kita bisa berkaca pada beberapa pemilu yang telah lalu, Jatim menjadi pertarungan terakhir. Dan saat itu, kondisi stabil, ekonomi juga bagus," ujarnya.
"Tetapi yang harus diingat adalah ekonomi Jatim itu tidak hanya terkait dengan kondisi di Jatim saja tetapi di nasional, regional dan global. Jadi optimisnya, dengan melihat kondisi nasional dan global, ekonomi Jatim di 2024 bakal tumbuh tipis di angkat 5 persen," tambahnya.
Senada, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Internasional dan Promosi Luar Negeri Kadin Jatim, Prof. Tomy Kaihatu menyebut ada tiga sektor utama yang menjadi penopang ekonomi di wilayah setempat, yaitu perdagangan, manufaktur dan pertanian.
Baca juga: Kadin Jatim tetapkan enam perusahaan proyek percontohan vokasi
Jika melihat pertumbuhan ketiga leading sektor ini pada kuartal III/2023 secara yoy masih naik dan hanya ekspor yang turun. Untuk pertumbuhan industri manufaktur naik menjadi 4,07 persen dari kuartal II/2023 sebesar 3,97 persen. Sektor pertanian naik menjadi 2,82 persen dari kuartal II/2023 sebesar 1,60 persen.
Sedangkan sektor perdagangan turun dari 6,44 persen di kuartal II/2023 menjadi menjadi 5,01 persen di kuartal III/2023. Penurunan ini disebabkan karena melemahnya daya beli masyarakat global ya g tengah terjadi dan sejumlah faktor lain.
"Ada sejumlah kondisi global yang masih harus diwaspadai di tahun ini karena bisa menggerus realisasi ekspor Indonesia, termasuk Jatim," ujar Tomy.
Pertama, kondisi ekonomi dunia hingga saat ini masih lesu, daya beli masih belum menguat khususnya negara ekspor tradisional. Tantangan itu diperburuk juga dengan Uni Eropa yang cenderung menolak barang dari Indonesia akibat dari kebijakan Indonesia melarang ekspor mineral mentah.
Belum lagi perang Rusia dan Ukraina yang memicu terjadinya krisis pangan dan perang Timur Tengah yang memberikan potensi krisis energi.
Data Badan Pusat Statistik Jatim menunjukkan total ekspor Jatim di tahun 2023 mencapai 28,485 miliar dolar AS turun 13 persen dibanding 2022 yang mencapai 33,891 miliar dolar AS.
Sementara ekspor nonmigas di 2023 mencapai 20,643 miliar dolar AS turun 11,973 persen dibanding 2022 sebesar 22,938 miliar dolar AS. Penurunan permintaan terbesar terjadi pada negara tujuan ekspor Amerika, Australia, Thailand, India dan Hong Kong.
Untuk menyiasati lesunya ekspor, Tomy mengatakan ada dua strategi yang harus dilakukan Jatim agar ekonomi bisa tetap tumbuh sebesar 5 persen.
Pertama mencari negara tujuan ekspor lain dengan membuka pasar ekspor baru yang masih memiliki daya beli yang bagus, yaitu negara dengan pertumbuhan ekonominya yang mencapai di atas 3 persen seperti Korea Selatan, Jepang, Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Barat, Afrika Utara, Afrika Selatan dan Amerika latin.
Strategi kedua adalah dengan melakukan optimalisasi perdagangan antar provinsi. Dia merasa untuk menutupi devisit ekspor luar negeri masih bisa, tetapi naiknya memang tidak banyak.
"Intinya kita bisa menjaga neraca ekspor dengan impor sehingga tidak berpengaruh negatif pada kinerja ekonomi sebab kondisi fundamental ekonomi Jatim memang sangat kuat," ujarnya.