Peneliti ITS: Libatkan Masyarakat untuk Antisipasi Longsor
Minggu, 13 November 2011 9:27 WIB
G0131111000276-KSR SBY1 13-NOV-2011 06:02:20
PENELITI ITS: LIBATKAN MASYARAKAT UNTUK ANTISIPASI LONGSOR
Surabaya, 13/11 (ANTARA) - Peneliti bencana dari ITS Surabaya Dr Ir Amien Widodo MSi menyatakan pemerintah daerah sudah saatnya melibatkan masyarakat untuk mengantisipasi longsor di musim hujan, sehingga masyarakat dapat menjadi subjek dan bukan objek dalam penanggulangan bencana.
"Selama ini, pemerintah daerah hanya menjadikan masyarakat sebagai objek yang dibantu bila bencana sudah terjadi atau masyarakat sudah menjadi korban, padahal masyarakat dapat dijadikan subjek dengan membantu dalam melakukan antisipasi bencana," katanya kepada ANTARA di Surabaya, Minggu.
Ahli geologi dan longsor yang lulusan UGM Yogyakarta itu mengemukakan hal itu menanggapi upaya yang harus dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor di saat musim hujan yang seringkali disertai banjir, angin puting beliung, dan bencana lainnya.
"Kemungkinan atau probabilitas terjadinya tanah longsor di Indonesia hampir dipastikan terjadi setiap tahun bersamaan dengan datangnya musim hujan dan dipastikan selalu berdampak atau menyebabkan kerusakan, korban dan kerugian ekonomi," katanya.
Menurut dosen FTSP ITS Surabaya itu, probalilitas kejadian tinggi dan berdampak besar itu seharusnya memasukkan bencana longsor dalam kategori sebagai bencana risiko tinggi, namun pembuatan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tidak pernah memperhatikan adanya risiko itu.
"Dampaknya, korban akan terus berjatuhan bila tidak dilakukan tindakan-tindakan sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana, padahal Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU PB) menyebutkan hal itu secara jelas," katanya.
UU PB menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan (manajemen) bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Bahkan, kata anggota Dewan Pakar Provinsi Jatim 2007-2009 itu, Pasal 4 menyebutkan bahwa penanggulangan bencana bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; dan menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh serta membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta.
Pasal 5 dan 6 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, dengan tanggung jawab melakukan pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan dan melakukan perlindungan masyarakat dari dampak bencana.
"Hal itu juga sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana bahwa pengurangan risiko bencana merupakan kegiatan untuk mengurangi ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana," katanya.
Oleh karena itu, katanya, pemerintah daerah dapat melakukan pengurangan risiko bencana tanah longsor dengan berbagai cara, antara lain mengurangi intensitas ancaman longsor (mitigasi) melalui serangkaian langkah dan memberdayakan masyarakat untuk langkah antisipasi ancaman longsor itu sendiri.
"Untuk mitigasi bencana longsor bisa dilakukan dengan mengurangi volume material yang akan longsor; memindahkan dan atau mengarahkan material yang akan longsor ke tempat yang berisiko kecil; melakukan rekayasa vegetasi (bioengineering) dan rekayasa teknologi; membuat cek dam; dan memasang alat peringatan dini yang dipahami masyarakat," katanya.
Rekayasa vegetasi (bioengineering) dapat dilakukan dengan menanam stek batang pohon yang bisa hidup (live fascine) pada tanah yang akan longsor agar di sepanjang batang pohon yang terpendam keluar akar yang akan mengikat tanah, sedangkan rekayasa teknologi dengan memasang geogrid, membuat tembok penahan, dan membuat check dam di sungai untuk menahan laju longsoran yang masuk ke sungai agar tidak terjadi banjir bandang.
"Untuk memberdayakan masyarakat antara lain dengan meminta masyarakat bisa melaporkan kalau melihat tanda-tanda tanah akan longsor, seperti ada longsor-longsor kecil, retakan-retakan di tanah dan di tembok/pagar, pohon yang tumbuh miring atau tiang listrik miring, pohon yang terangkat dan terlihat akarnya, dan sebagainya," katanya.
Setelah itu, pemerintah segera menindaklanjuti laporan masyarakat dengan melakukan hal-hal untuk mencegah/menghambat tanah longsor. "Pemberdayaan masyarakat itu juga sangat penting untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat yang terisolasi dengan bekali ilmu untuk bertahan hidup dengan persediaan yang dimiliki," katanya. (*)