Surabaya - Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya menyatakan tidak bisa paksa rumah sakit swasta untuk ikut melayani pasien miskin yang pembiayannya ditanggung Jamkesmas maupun Jamkesda. "Kami pun tidak bisa memaksa, semua tergantung kemauan masing-masing rumah sakit setelah menerima pemaparan tentang program kerjasama untuk layanan Jamkesmas dan Jamkesda," kata Kepala Dinkes Surabaya Esty Martiana Rahmie, di Surabaya, Rabu. Selain itu, lanjut dia, tidak ada undang-undang maupun aturan yang mengharuskan rumah sakit swasta harus melayani pasien Jamkesmas dan Jamkesda. Menurut Esty ada beberapa alasan mengapa rumah sakit swasta tidak mau menjalin kerja sama melayani pasien Jamkesmas dan Jamkesda. Pertama, bisa jadi rumah sakit swasta tersebut memang tidak memiliki jiwa sosial. Kedua, pihak rumah sakit swasta tidak memiliki dana subsidi seperti pada rumah sakit milik pemerintah. "Sementara tarif untuk pasien miskin di rumah sakit swasta sama seperti hitungan tarif Jamkesmas dan Jamkesda yang sudah ditetapkan dan berlaku di rumah sakit milik pemerintah," katanya. Tahun ini, ada 21 rumah sakit swasta yang melayani pasien Jamkesmas dan Jamkesda. Jumlah tersebut mengalami kenaikan setelah tahun lalu ada 18 rumah sakit swasta yang memberikan layanan tersebut. "RSAL dr Ramelan, RS Pelabuhan Surabaya dan RS Husada Utama sempat menjajaki kemungkinan menjalin kerjasama. Namun ketiga rumah sakit tersebut batal melakukan MoU (nota kesepahaman) untuk layanan Jamkesmas dan Jamkesda," kata Esty. Sebelumnya, DPRD Kota Surabaya meminta Dinkes menyikapi adanya komersialisasi pelayanan di rumah sakit swasta yang mulai menghilangkan fungsi sosialnya untuk mengobati masyarakat miskin. Ketua Komisi C DPRD Surabaya Sachiroel Alim, mengatakan, seluruh rumah sakit harus berkomitmen melayani pasien dari keluarga miskin. "Pemerintah kota punya kewajiban meminta supaya mereka mau, karena fungsi rumah sakit adalah alat fungsi sosial atau mengobati orang sakit jangan membeda-bedakan pasien miskin dan kaya," katanya. Jika ada rumah sakit swasta yang menolak atau tidak bersedia menangani pasien dari keluarga miskin, kata Alim, maka hal itu sudah keluar dari subtansi. "Maka perlu dievaluasi perizinanya. Kami juga punya hak inisiasi untuk itu," katanya. Kepedulian rumah sakit swasta, kata politisi Partai Demokrat ini menjadi pekerjaan rumah (PR) dari Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat. "Kalau Dinkes stidak bisa, lebih baik bu Esti (Kepala Dinkes Surabaya Esti Martiana Rahmie) mundur saja. Saya juga minta bu Risma (Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini) mengevaluasi kinerja Kepala Dinskes. Dalam satu tahun terakhir ini progresnya rendah," katanya. (*)
Dinkes Surabaya Tak Bisa Paksa RS Swasta
Rabu, 2 November 2011 18:08 WIB