Surabaya (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jawa Timur mengingatkan masyarakat untuk
mewaspadai apabila ada pihak penyedia jasa keuangan yang menjanjikan keuntungan cepat dari hasil investasi, agar masyarakat terhindar dari tindak penipuan.
Melalui keterangan resmi yang diterima ANTARA di Surabaya pada Rabu, Kepala Bagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Regional 4 Jatim Rifnal Alfani menyatakan sebanyak 28 persen masyarakat masih tidak bisa membedakan layanan keuangan digital legal dan ilegal.
"Ciri keuangan yang ilegal adalah investasi yang menjanjikan keuntungan cepat, dijamin tanpa risiko, dan legalitas tidak jelas," kata Rifnal.
Praktik layanan keuangan ilegal, kata dia bisa dilakukan melalui beragam cara, salah satunya melalui penawaran yang acap kali berlalu-lalang di media sosial, kemudian meminta pin, password, hingga one time password (OTP).
"Misalnya, investasi pembibitan sapi yang dikendalikan dari Ponorogo, tetapi korbannya ada di Jambi, NTB, NTT, Papua, bahkan ada yang nilainya sampai Rp100 miliar dalam satu provinsi," ujarnya.
Sementara, OJK juga mencatat sebanyak 42 persen korban layanan keuangan atau pinjaman daring (pinjol) merupakan guru.
"Selanjutnya, 21 persen korban PHK, 18 persen ibu rumah tangga, dan pelajar dan korban lainnya tidak sampai 5 persen," ucapnya.
Karenanya, melalui "Sosialisasi Pasar Modal" (SPM) di Kantor Pengurus Wilayah LP Ma'arif Nahdlatul Ulama Jawa Timur, dia menyebut untuk mengatasi persoalan tersebut, masyarakat harus meningkatkan rasa kehati-hatian dan kewaspadaan.
"Solusinya adalah 2-L atau Legal dan Logis," katanya dalam acara yang dibuka Sekretaris PW LP Ma'arif NU Jatim, Sunan Fanani.
Sementara itu, Trainer Profesional dari PT Bursa Efek Indonesia Asikin Ashar menyarankan masyarakat terlebih dahulu berkonsultasi dengan OJK sebelum berinvestasi, terkait kelegalan dari suatu lembaga layanan keuangan.
"Kalau mau investasi yang cepat itu beli saham melalui pasar modal, seperti Elon Musk, Hartono, dan investor saham lainnya, tetapi caranya harus hati-hati lewat konsultasi dengan OJK," katanya.
Dalam kesempatan itu, jurnalis LKBN ANTARA Edy M Ya'kub menambahkan pentingnya "kesalehan digital" agar tidak tertipu mentah-mentah saat memasuki dunia digital yang memiliki belasan jebakan, diantaranya investasi atau pinjaman ekonomi secara daring.
"Saya mencatat ada 12-13 jebakan digital dan jebakan paling parah itu terkait pembelajaran agama tanpa guru di sosial media, sehingga mencetak pembelajar radikal ideologis dan pembelajar ekstrem yang suka menyalahkan beda pendapat (khilafiyah)," katanya.
Belasan jebakan digital itu, yakni jebakan anti-digital, jebakan kriminal, jebakan scams atau penipuan daring pinjol yang terkadang disertai pemerasan, jebakan "bisnis" viral, jebakan viral klaim, dan jebakan viral tontonan dunia digital.
Kemudian jebakan phubbing atau kecanduan atau gim, jebakan bongkar kasus sensitif, jebakan donasi, dan jebakan keilmuan.
"Untuk solusi menghindari belasan jebakan digital itu, kita perlu hati-hati dengan mengecek sanad atau kompetensi narasumber, matan atau konten yang ukhuwah atau positif, dan rawi atau rujukan data," kata Edy yang pernah bertugas di LKBN ANTARA Biro Bali itu.