Lumajang (ANTARA) - Fadhila, wanita 26 tahun terlihat sibuk menyiapkan gorengan, tangannya sibuk meracik setiap bumbu adonan dagangannya. Ada senyum yang juga menyeringai dari bibirnya, nada suaranya lirih saat menyambut kedatangan pembeli.
Fadhila merupakan salah seorang korban selamat erupsi Gunung Semeru. Kejadianya pada akhir 2021, tepatnya bulan Desember hari keempat.
Dia saat ini menghuni Komplek Hunian Sementara (Huntara) Sumbermujur, Candipuro, Lumajang yang sehari-harinya berdagang gorengan.
"Sekitar empat bulan (tinggal di Huntara). Mengungsi di Sumbermujur dari tahun lalu," kata Fadhila.
Pascaerupsi Semeru, kediamannya di memang sudah tidak bisa dihuni lagi. Rusak, dilahap material Semeru. Bagian dalam direndam tanah setinggi satu meter, lokasinya ada di Dusun Kamar Kajang, Kecamatan Candipuro.
Perabotan semuanya rusak, terkubur. Rumahnya rusak, harta bendanya hilang namun dia bersyukur bisa diberi keselamatan jiwa.
"Jarak rumah ke Semeru tidak terlalu dekat sebenarnya, tetapi anginnya waktu itu yang bikin pasirnya menumpuk," kata dia.
Padahal rumah itu baru saja diperbaiki dan sudah jadi impiannya sejak lama. Sehari sebelum Gunung Semeru menyemburkan material panas, keluarga kecilnya melakukan syukuran untuk sang anak, di tempat yang sama, di istana kecilnya itu.
Fadhila ingat bagaimana upaya suaminya mewujudkan impian tersebut, biaya perbaikan didapatkan melalui perjuangan sang suami yang memilih merantau ke Surabaya.
Saat kejadian terjadi juga, posisi suaminya juga tengah di Surabaya, bekerja di sana. Sedangkan Fadhila tinggal bersama anak dan adiknya di rumah itu.
Fadhila akhirnya memutuskan mengungsi ke Surabaya, ikut suami. Demi keamanan dan keselamatannya, anak, dan adik ketika Semeru mengamuk.
Sekitar satu bulan menetap di Kota Pahlawan. Kemudian, Fadhila bersama keluarganya pulang ke Lumajang dan mengungsi kembali ke Sumbermujur.
"Suami ajak saya, anak, dan adik saya ke Surabaya, sampai sekitar satu bulan dan nunggu kondisi aman akhirnya balik ke sini lagi. Terus mengungsi," ucapnya.
Di tempat pengungsian itu lah ada seorang perangkat desa yang mendatanginya, menawarkan proses pengurusan huntara bagi korban terdampak Semeru.
"Didatangi oleh perangkat desa diajukan kalau rumahnya benar-benar terkena, terus rumahnya sudah tidak bisa dihuni lagi. Dipercepat supaya bisa menghuni," ucapnya.
Proses pun rampung, dia mendapatkan hunian di blok F, salah satu dari ratusan huntara yang dibangun oleh PT United Tractors Tbk, perusahaan yang bergerak di bidang distributor alat berat, kontraktor penambangan, pertambangan batu bara, pertambangan emas, industri konstruksi, dan energi.
"Bersyukur mendapat bantuan. Ketika masuk sudah lengkap juga ada perabotan, sembako, dan pakaian," ucap Fadhila.
Usai menetap di huntara, dia memutuskan menjual gorengan di sebuah gubuk di depan tempat tinggalnya yang baru. Itu dilakukan untuk menyambung hidup.
"Terus mau merantau khawatir juga rumah nanti enggan aman. Jadi bingung usaha apa, ya merintis ini," katanya.
Berdagang gorengan baru saja dimulainya, sekitar 2,5 bulan. Pelanggan kebanyakan merupakan warga setempat, tetangganya yang juga sama-sama menjadi penghuni huntara.
Meski penghasilan tak menentu, namun dia tak mempersoalkan itu. Terpenting baginya, ada usaha yang bisa dijalankan untuk meneruskan hidup.
"Sabtu sama Minggu ramai, kalau hari biasa ya rezeki tidak kemana. Aku terima pesanan online juga, dibantu suami kalau sehari-hari," ujar dia.
Wahyu Saputra kembali bersekolah
Tak hanya Fadhila saja, optimisme menyambut hidup dan masa depan juga dirasakan Muhammad Wahyu Saputra, bocah tujuh tahun yang kembali bisa merasakan suasana kegiatan pendidikan di sekolah.
Dia merupakan penyintas erupsi Semeru. Sempat juga merasakan sekolah di lokasi pengungsian. Kemudian menumpang di salah satu sekolah yang lokasi di radius aman.
"Senang bisa sekolah lagi, kelas satu aku SDN Sumberwuluh dua," ujarnya.
SDN Sumberwuluh dua berlokasi di Sumbermujur, Candipuro, Lumajang. Lokasinya juga satu area dengan huntara. Dulu dia bersama keluarganya tinggal di Dusun Kajar Kuning.
Wahyu punya cita-cita menjadi pilot. Dia ingin menempuh pendidikan secara serius, demi mewujudkan impiannya.
"Sekolah di anter sama ibu, ayah kerja di Kalimantan. Tinggal sama mas juga aku di sini (huntara). Suka mata pelajaran PPKN, Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Jawa," kata Wahyu.
Fadhila, korban erupsi Semeru songsong masa depan melalui Huntara
Oleh Ananto Pradana Kamis, 2 Maret 2023 12:40 WIB
Sabtu sama Minggu ramai, kalau hari biasa ya rezeki tidak kemana. Aku terima pesanan online juga, dibantu suami kalau sehari-hari