Absensi Sidik Jari DPRD Surabaya Gagal Dilaksanakan
Senin, 25 Juli 2011 20:50 WIB
Surabaya - Penerapan absensi elektronik sidik jari ("finger print") bagi seluruh anggota DPRD yang seyogyanya dimulai Senin gagal dilaksanakan karena belum adanya sosialisasi.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya Eddie Budi Prabowo, mengaku, sejumlah anggota DPRD termasuk dirinya juga belum menerima sosialisasi soal itu, termasuk nomor pin masing-masing anggota dewan.
"Saya belum dapat suratnya. Pin saya berapa juga tidak tahu?" Kata Eddie.
Diketahui nomor pin tersebut rencananya akan dituangkan dalam surat sosialisasi yang dikirimkan kepada setiap anggota dewan. Namun, faktanya, para legislator di DPRD Surabaya juga belum menerima surat tersebut.
Politikus asal Partai Golkar ini termasuk anggota dewan yang menentang "finger print". Menurut dia, absensi terhadap anggota DPRD sulit diterapkan karena masing-masing anggota dewan sudah melakukan absensi di fraksinya masing-masing.
Informasi yang dihimpun ANTARA menyebutkan sebetulnya surat sosialisasi "finger print" sebetulnya sudah siap diedarkan, namun mendadak surat undangan tersebut ditarik kembali oleh pihak Sekretariat DPRD dengan alasan belum adanya sosialisasi.
Eddie Budi juga memberikan sorotan tentang dana yang dipakai untuk membeli alat "finger print" itu. Ia menegaskan alat yang dibeli dengan dana pribadi tidak bisa dijadikan pedoman untuk dituruti.
"Sebab DPRD adalah kelembagaan, bukan milik pribadi-pribadi," tambahnya.
Apalagi juga mencuat kabar, bahwa dana pembelian alat "finger print itu sebetulnya adalah dana pinjaman. Uang tersebut merupakan dana pribadi Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Surabaya Agus Santoso.
Dikonfirmasi, Ketua BK Agus Santoso meralat pernyataannya jika "finger print" berlaku efektif per 25 Juli, melainkan berlaku dalam satu bulan ini karena masih dalam masa sosialisasi.
Menurut dia, surat sosialisasi yang di dalamnya juga berisi pin sudah dibagikan ke anggota dewan.
"Jadi kata siapa surat itu ditarik? Itu tidak benar. Yang benar surat akan dikirimkan kepada masing-masing anggota DPRD ke alamat rumah masing-masing," terangnya.
Agus juga membantah dana pembelian alat "finger print" dibeli dengan dana utangan. Ia menyatakan alat itu dibeli dengan uangnya sendiri seharga Rp2,5 juta.
Ia juga menyebut kuitansi pembelian sampai sekarang masih disimpan di mobilnya. "Siapa yang bilang kalau saya pinjam di sekretariat dewan," bantahnya.