Surabaya (ANTARA) - Ketua Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) Jawa Timur Muhammad Hasan mengapresiasi, langkah pemerintah yang menerbitkan Perpres Nomor 126 tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional.
"Ini merupakan langkah baik yang dilakukan pemerintah untuk mendukung perkembangan industri garam nasional," kata Hasan di Surabaya, Senin.
Perpres tersebut, kata dia, menguntungkan, masyarakat petambak garam, mengingat setelah 2024 sudah tidak ada lagi impor garam untuk kebutuhan industri, kecuali untuk industri klor alkali (CAP).
"Jadi, untuk tambang, aneka pangan, kertas, dan segala macam kecuali CAP itu dipenuhi garam dari dalam negeri," kata Hasan.
Namun demikian, lanjut Hasan, terbitnya Perpres 126 Tahun 2022 juga melahirkan pekerjaan rumah yang tidak ringan, baik bagi pemerintah maupun pihak terkait lainnya.
Hal ini untuk memenuhi kebutuhan garam sektor industri, perbaikan di sektor kualitas maupun kualitas perlu digalakkan. Ini penting dalam upaya menjamin ketersediaan stok garam untuk dunia industri.
"Jangan sampai industri tidak terjamin ketersediaan stoknya," ujar Hasan.
Dari sisi kuantitas, produksi garam dalam negeri masih sangat bergantung terhadap cuaca. Saat cuaca mendukung, produksi garam nasional bisa mencapai 3,1 juta ton per tahun.
Hasil maksimal ini diraih pada 2019. Namun kemudian, produksi garam nasional mengalami penurunan menjadi hanya 1,4 juta ton per tahun pada 2021. Jatim berkontribusi 600 ribu hingga 700 ribu ton.
Produksi garam nasional kembali menurun di 2022 menjadi hanya 800 ribu ton per tahun, dimana Jatim memberi kontribusi dengan menghasilkan 300 ribu hingga 350 ribu ton per tahun.
Penurunan produksi garam tersebut, kata Hasan, tiada lain karena musim hujan berkepanjangan. "Padahal kebutuhan garam nasional dalam negeri kurang lebih sekitar 4,5 juta ton per tahun," kata Hasan.
Hasan melanjutkan, berdasarkan catatan tersebut, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan produksi garam nasional.
Sejauh ini, kata Hasan, upaya yang dilakukan pemerintah hanya melakukan ekstensifikasi atau perluasan lahan. Namun ke depan, diperlukan upaya lain agar kebutuhan garam dalam negeri terpenuhi, apalagi setelah berlakunya larangan impor.
"Diperlukan upaya dan program pemerintah terkait keberlangsungan produksi melalui sentuhan teknologi. Misalnya berupa rumah prisma garam dan sebagainya," katanya.
Hasan berharap, pemerintah secepatnya menyusun peraturan di bawah Perpres 126/2022 agar aturan yang ada semakin jelas dan memberikan jaminan bagi masyarakat petambak garam.
Dia juga berharap garam masuk dalam bahan pokok dan penting, dan segera diatur harga pokok penjualan (HPP) untuk memberikan kepastian usaha bagi masyarakat petambak garam.
"Selama ini harga diserahkan kepada pasar yang fluktuatif dan merugikan masyarakat petambak garam. HPP ini penting, agar ada kepastian harga. Di 2017 itu kami usulkan HPP Rp1.500 per kilogram," katanya. (*)