Jakarta (ANTARA) - Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (Jubir KPK) Febri Diansyah bergabung menjadi tim penasihat hukum Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi menuai beragam tanggapan dari masyarakat maupun rekan dan kerabat.
Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harapan, Kamis, berharap Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang dapat mundur dari jabatan sebagai penasihat hukum kedua tersangka pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
“Saya hormati keputusan yang diambil Mas Febri dan Mas Mala, namun ada banyak hal yang jadi catatan saya kemudian saya sampaikan secara terbuka, ya untuk Mas Febri dan Mas Mala untuk mengundurkan diri menjadi penasihat hukum dari Pak Sambo dan Bu Putri,” kata Yudi ditemui di Bareskrim Polri, Jakarta.
Menurut Yudi, banyak sentimen negatif ketika berita bergabungnya dua mantan pegawai KPK itu menjadi penasihat hukum Ferdy Sambo. Meskipun keduanya menyampaikan akan melakukan pembelaan secara profesional, terbuka dan akuntablitas. Namun, kasus tersebut berubah-ubah dari awal hingga sekarang belum diketahui pasti kebenarannya.
Yudi yang kini berstatus anggota Satgas Khusus Pencegahan Korupsi Mabes Polri itu, menilai peran Febri dan Rasamala sebagai pengacara lebih dibutuhkan dalam gerakan antikorupsi alih-alih mengurus kasus yang menjadi sorotan masyarakat karena banyak ketidakadilan.
Kemunculan nama Febri Diansyah dan Rasamala Aritong membuat kasus “Sambogate” menjadi ramai, tetapi bukan pada materi pokok perkara, namun keberadaan kedua mantan pegawai KPK tersebut.
“Saya sebagai sahabat dari Mas Febri sejak pertama di KPK yang lalu untuk ketika ada yang menurut saya tidak pas pasti saya sampaikan secara terbuka. Tapi, ya kami doakanlah, detik ke detik kan berubah, seperti itu terkait permintaan Mas Febri untuk mundur,” kata Yudi.
Terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana ikut berpendapat terkait bergabungnya dua mantan KPK tersebut.
Menurut Kurnia, keputusan Febri Diansyah bergabung dalam tim hukum Ferdy Sambo dan istrinya merupakan sikap pribadi yang bersangkutan dan tidak ada kaitan dengan ICW.
Meski demikian, Kurnia berpandangan keputusan itu merupakan langkah gegabah dan sangat disayangkan.
“Bagi kami, putusan untuk mendampingi proses hukum seseorang yang diduga melakukan pembunuhan berencana dan cenderung tidak kooperatif terhadap proses hukum merupakan langkah yang amat gegabah. Untuk itu, kami menyayangkan pilihan tersebut akhirnya diambil oleh Febri,” ujarnya pula.
Kurnia menambahkan, narasi yang selalu digaungkan para aktivis akan selalu berpihak pada korban, seharusnya Febri tidak mengambil keputusan mendampingi tersangka pembunuhan berencana.
Sementara itu, tanggapan datang dari anggota tim kuasa hukum keluarga Brigadir J, Yonathan Baskoro yang berharap bergabungnya Febri dan Rasamala sebagai tim penasihat hukum Ferdy Sambo dan istrinya dapat membimbing kedua tersangka agar bisa berkata jujur di persidangan.
Namun, ia pun menyayangkan karena kedua rekan sejawat (advokat) yang dikenal sebagai penggiat antikorupsi dan mantan pegawai KPK itu dinilai sudah luntur idealisme maupun semangat antikorupsinya, karena membela klien yang selain sebagai tersangka pembunuhan juga terduga pelaku suap kepada Bharada Richard Eliezer, Brigadir Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf dan staf LPSK.
“Terkait rekan Febri Diansyah menjadi PH dari PC dan FS mudah-mudahan dapat memberikan nasihat hukum dan membimbing kedua tersangka tersebut agar bisa berkata jujur meskipun sangat sulit sepertinya,” kata Yonathan. (*)