Surabaya (ANTARA) - Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya memberi waktu selama dua pekan kepada Direktur Utama PT Meratus Line Slamet Rahardjo untuk memenuhi panggilan penyidik guna diperiksa sebagai tersangka perkara penyekapan.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Ajun Komisaris Polisi Arief Wicaksana menyatakan batas waktu selama dua pekan itu sesuai dengan janji tersangka Slamet Rahardjo setelah dilayangkan surat panggilan pertama.
"Sejak ditetapkan sebagai tersangka, surat pemanggilan pertama kami layangkan pada 16 Agustus lalu. Beliau sudah mengonfirmasi untuk minta penundaan selama dua minggu untuk datang," katanya kepada wartawan di Surabaya, Rabu.
Sesuai prosedur, lanjut Arief, penyidik menghormati permintaan penundaan yang diajukan tersangka. "Kami tunggu sampai dua minggu sejak pemanggilan pertama 16 Agustus. Kalau tidak datang maka kami akan layangkan surat pemanggilan yang kedua," ujarnya.
Kasat Reskrim Arief memastikan akan dilakukan pemanggilan paksa setelah dikirim surat pemanggilan ketiga, jika pada pemanggilan kedua tersangka Slamet Rahardjo tetap mangkir.
Perkara ini dilaporkan ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya pada 7 Februari 2022 oleh Mlati Muryani, istri karyawan Meratus Line Edi Setyawan yang disebut sebagai korban penyekapan. Penyekapan terhadap korban Edi Setyawan dilaporkan terjadi di Gedung Meratus, Jalan Tanjung Priok Surabaya, 4 - 8 Februari 2022.
Arief menjelaskan Dirut Meratus Slamet Rahardjo ditetapkan sebagai tersangka setelah diperoleh petunjuk dari sejumlah alat bukti yang didapat di tempat kejadian perkara, selain berdasarkan keterangan saksi-saksi.
Tersangka Slamet Rahardjo diduga melakukan tindak pidana merampas kemerdekaan seseorang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 333 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Dikonfirmasi terpisah, pakar hukum pidana I Wayan Titib Sulaksana menjelaskan ancaman hukuman dari Pasal 333 KUHP di atas lima tahun penjara.
"Maka penyidik seharusnya melakukan penahanan terhadap tersangka yang sudah merampas kebebasan seseorang," tuturnya.
Mengenai perkara ini, dosen Universitas Airlangga Surabaya itu membaca pemberitaan bahwa tersangka melakukan intimidasi terhadap keluarga korban.
"Kok seenaknya gitu, leluasa melakukan intimidasi tapi tidak ditahan," ujarnya.
Wayan mengaku cuma bisa mengimbau agar polisi harus kembali ke tugas pokoknya, yakni melindungi dan mengayomi masyarakat sesuai undang-undang.
Dirut Meratus diberi waktu dua pekan penuhi panggilan polisi
Rabu, 24 Agustus 2022 19:07 WIB
Penyidik seharusnya melakukan penahanan terhadap tersangka yang sudah merampas kebebasan seseorang