Kepolisian Resor Pasuruan bersama dengan Pemerintah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, meluncurkan satuan tugas (satgas) perlindungan anak dan perempuan.
Kapolres Pasuruan AKBP Bayu Pratama dalam keterangan pers, Rabu, mengatakan pembentukan satgas ini dalam rangka mencegah dan mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Pasuruan yang masih terjadi.
"Kasus kekerasan anak dan perempuan di Kabupaten Pasuruan masih terjadi dalam tiga tahun terakhir," ujarnya.
Menurut dia, hingga pertengahan semester pertama 2022 ini sudah ada 44 kasus yang terlaporkan.
Ia mengatakan, sepanjang 2020 ada 63 kasus kekerasan anak dan perempuan yang dilaporkan. Dari jumlah tersebut, kasus persetubuhan anak menjadi yang terbanyak, yaitu 29 kasus.
"Selebihnya, penganiayaan anak, pencabulan anak dan perempuan dewasa, penelantaran anak, perkosaan hingga kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT," ucapnya.
Pada tahun 2021, lanjut dia, ada 66 kasus telah terlaporkan. Sebanyak 34 kasus di antaranya adalah persetubuhan anak, penganiayaan anak, pencabulan anak dan perempuan dewasa, perkosaan, dan KDRT.
”Dominasi kekerasan anak yang terjadi adalah kasus persetubuhan. Hal inilah yang perlu ditanggulangi agar tidak semakin banyak," ujarnya.
Dengan dibentuknya satgas perlindungan anak dan perempuan, dia berharap bisa optimal dalam mencegah kekerasan anak dan perempuan dengan sinergi antara polres, pemkab, dan pemangku kepentingan lainnya.
”Harapan kami, pembentukan satgas perlindungan anak dan perempuan ini bisa meminimalkan ancaman ataupun risiko terjadinya kasus kekerasan anak dan perempuan,” ujarnya.
Terpisah, Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kabupaten Pasuruan dr Ugik Setyo Darmoko mengatakan peran satgas ini tidak hanya ada ketika terjadi kasus dengan memberikan pendampingan kepada korban anak.
Satgas ini, kata dia, juga berfungsi mencegah munculnya kasus kekerasan anak dan perempuan di Kabupaten Pasuruan misalnya pemberian edukasi kepada pelajar.
”Sosialisasi melalui pendidikan atau masyarakat bisa menghindari risiko terjadinya kekerasan,” ujarnya.