Surabaya (ANTARA) - Sebanyak empat siswa inklusi SMA Muhammadiyah 10 Surabaya mengikuti pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) jenjang SMA, SMA Luar Biasa dan Madrasah Aliyah (MA), Kamis.
"Ada 50 siswa yang mengikuti ANBK, empat di antaranya merupakan siswa inklusi dengan keterbatasan tuna rungu dan slow learner, dengan satu siswa cadangan," kata Waka Humas SMAM 10 Surabaya Suardi.
Suardi menyatakan para siswa inklusi ini cukup kondusif di kelas saat mengikuti maupun mengerjakan soal-soal. Hal itu terlihat saat uji coba ANBK yang digelar Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud)
"Untuk siswa inklusi kendalanya di mobilitas ke sekolah yang susah. Karena terbiasa pembelajaran siang, makanya sulit juga untuk ikut masuk pagi. Apalagi perwakilan untuk ikut tes ini ada beberapa yang masuk siswa lima persen yang biasa datang terlambat. Jadi kita minta bantuan wali kelas untuk memantau siswa (yang terlambat) ini," katanya.
Untuk pembekalan materi, kata Suardi, tidak ada waktu khusus, hanya mengikuti gladi bersih dari Kemendikbud. Pihaknya juga proaktif mencari materi agar bisa dipakai latihan siswa.
Diakui Suardi, melalui keikutsertaan sekolahnya pada ANBK ini bisa membuktikan bahwa SMAM 10 Surabaya juga fokus di bidang akademik siswa.
"Dari awal kami sudah ditawari (ikut ANBK), dan ini tentunya menguntungkan bagi wali murid. Karena memang ada sekitar 20 persen orang tua sudah mulai menuntut prestasi akademik selain non akademiknya," kata dia.
Dalam persiapan teknis pihaknya mengalami kendala karena tidak menggunakan PC sekolah. Karenanya pihaknya menggunakan jasa sewa laptop, laptop guru, dan laptop siswa.
"Proses teknis ini cukup rumit dan banyak kendala. Kita sempat ada masalah kemarin karena penggunaan wifi, setelah perbaikan kita gunakan LAN," ujarnya.
Kepala SMAM 10 Surabaya Sudarusman mengatakan sebagai sekolah inklusi ANBK sesuai dengan konsep sekolah karena tidak lagi tes kemampuan personal siswa, tetapi pada penilaian kualitas sekolah.
"Sayangnya, SOP-nya masih belum terlalu jelas. Karenanya tidak semua siswa bisa menguasai kompetensi dasar seperti tiga perwakilan siswa kami yang inklusi," ujar Sudarusman.
Kompetensi dasar yang dimaksud yakni materi soal yang dikerjakan terlalu sulit bagi siswa inklusi. Sementara untuk evaluasi siswa SMAM 10 melakukan penilaian per individu, bukan memosisikan siswa secara keseluruhan atau kelas bersama.
"Jadi bukan hanya ranah pikir saja, tetapi ranah lain juga harus mendapatkan penilaian," katanya.
Sedangkan untuk persiapan ANBK, SMAM 10 lebih memfokuskan pada sosialisasi untuk orang tua agar bisa mendukung persiapan siswa untuk mengikuti ujian. Tidak ada target tertentu siswa harus menyelesaikan sesuatu.
"Jadi biarkan ada variasi hasilnya dan bisa menjadi hasil murni sekolah yang beragam," ujarnya. (*)