Surabaya (ANTARA) - Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jatim menilai Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Kota Surabaya perlu disertai kemandirian masyarakat disiplin prokes.
Pembina Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jawa Timur Estiningtyas Nugraheni di Surabaya, Selasa, menilai pelaksanaan PPKM sejak 3 Juli lalu, cukup efektif menurunkan kasus COVID-19 di Kota Surabaya.
"Artinya, indikator dari kebijakan PPKM bisa membantu dalam menurunkan kasus," katanya.
Namun, lanjut dia, persoalannya adalah kalau penurunan kasus itu masih dibutuhkan piranti yang ibaratnya PPKM ini perangkat keras, maka bahayanya adalah kalau pelonggaran terjadi bisa saja kasusnya akan naik.
Sebab, Esti berpendapat, sekarang ini perilaku masyarakatnya belum linier atau selaras dengan syarat putusnya mata rantai penyebaran. Meski PPKM efektif, kata dia, namun kemandirian masyarakat dalam disiplin protokol kesehatan (prokes) juga sangat penting sebagai indikator utama memutus mata rantai penyebaran.
"Apakah PPKM ini efektif? Ya efektif. Namun yang harus dipantau oleh pemerintah itu adalah level kemandirian masyarakat untuk dia disiplin prokes. Jadi yang dibutuhkan di situ," katanya.
Bagi dia, Pemkot Surabaya sudah berupaya dalam memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Bahkan upaya yang dilakukan ini sudah dinilainya kompatibel. Namun, ia khawatir ketika PPKM ini dilepas, masyarakat sendiri justru yang tidak siap.
"Dalam PPKM ini, yang dilakukan Surabaya sudah bagus dan kompatibel. Artinya, penurunan ini hasil dari upaya keras. Tapi begitu hardware atau piranti keras (PPKM) dilepas, yang kita khawatirkan adalah masyarakat tidak siap," katanya.
Makanya, dia mendorong semua pihak agar dapat menumbuhkan kewaspadaan dan kesadaran setiap individu di masyarakat. Harapannya, seluruh masyarakat dapat berperan serta dan aktif secara mandiri dalam memutus mata rantai COVID-19.
"Yang dilakukan pemkot sudah sangat baik, sosialisasinya cukup, bahkan distribusi informasinya sudah sampai RT/RW hingga kader. Tapi (PPKM) ini kan hardware atau piranti keras," katanya.
Esti menyebut, sebuah keberhasilan menanggulangi COVID-19 ini tidak bisa diukur dari parameter tunggal efektifitas PPKM saja. Artinya, kalau melihat hanya dari satu parameter, maka secara harfiah masyarakat masih belum mandiri.
"Maksudnya kita harus mengetuk hati masyarakat agar dia melakukan pengawasan dirinya secara mandiri kalau mau dilonggarkan. Jadi konsep berpikirnya diubah," ujarnya.
Pada prinsipnya, Esti berpendapat, kalau dari sisi penyelenggaraan dalam mekanisme menjalankan program PPKM, Kota Surabaya ini lebih unggul dibandingkan kabupaten/kota lain. Apalagi, informasi-informasi yang tersedia di Surabaya juga banyak.
"Kota Surabaya ini sudah excellent dibandingkan dengan kota/kabupaten lain. Kemudian info yang tersedia banyak sekali. Tapi pelajaran yang kita petik adalah kalau kita mengandalkan semuanya di pemkot, maka tidak akan cukup resourcenya," ujarnya. (*)