Pamekasan (ANTARA) - Sedikitnya 52 orang pekerja migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Senin, tiba di Gedung Islamic Center setempat setelah dipulangkan dari tempat mereka bekerja di Malaysia.
"Saat ini mereka tetap di Gedung Islamic Center Pamekasan dan akan menjalani karantina hingga pemeriksaan kesehatan mereka selesai," kata anggota Satgas COVID-19 Pemkab Pamekasan dari unsur Taruna Siaga Bencana (Tagana) Agus Salim di Pamekasan, Senin malam.
Kedatangan pekerja migran yang berjumlah 52 orang itu merupakan gelombang kedua. Sebelumnya, pada Jumat (30/4), sebanyak 44 orang pekerja migran asal Pamekasan yang dipulangkan secara paksa oleh negara tempat mereka bekerja karena ilegal juga telah tiba.
Dengan tambahan 52 orang itu, jumlah total pekerja migran asal Kabupaten Pamekasan yang telah pulang selama kurun waktu 30 April hingga 3 Mei 2021 ini sebanyak 96 orang.
Menurut Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pamekasan Ahmad Marsuki, sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang prosedur pemulangan pekerja migran di masa pandemi COVID-19, seluruh pekerja migran yang pulang ke Indonesia harus menjalani tiga tahap karantina.
"Pertama adalah karantina di tingkat provinsi, kemudian di tingkat kabupaten, dan ketiga yakni karantina di tingkat desa atau rumah dari pekerja migran tersebut secara mandiri," katanya.
Menurut Marsuki, prosedur karantina itu masing-masihg di tingkat provinsi selama dua hari, tingkat kabupaten tiga hari, dan karantina mandiri di rumah masing-masing selama 14 hari.
"Prosedur yang seperti ini bagi pekerja migran yang hasil tesnya (PCR) negatif. Bagi yang positif, setelah dikarantina di tingkat kabupaten, maka harus dikarantina di RSUD," katanya, menjelaskan.
Di lokasi karantina para pekerja migran ini, Polres Pamekasan juga menerjunkan petugas gabungan guna mengamankan mereka.
Para pekerja migran ini diperbolehkan pulang ke rumahnya masing-masing setelah selesai menjalani serangkaian pemeriksaan kesehatan oleh petugas dan dinyatakan negatif COVID-19, dengan syarat harus dijemput oleh kepala desa atau sekretaris desa masing-masing.
"Kenapa prosedurnya ketat, karena kami ingin mereka ini nantinya terus terpantau oleh petugas, sehingga jika terjadi perkembangan dalam hal kondisi kesehatan mereka, bisa segera terdeteksi," kata Marsuki, menjelaskan.