Jakarta (ANTARA) - Forum Zakat (FOZ) menggagas revisi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat berdasarkan tiga pertimbangan persoalan yang timbul di Indonesia dalam kurun satu dekade terakhir.
Gagasan itu disepakati dalam acara diskusi publik secara daring bertajuk "Arsitektur Zakat Nasional Masa Depan: Menggagas Revisi UU No.23/2011" yang berlangsung Kamis (4/3).
"Persoalan mendasar UU Pengelolaan Zakat harus mampu menjawab tiga tantangan utama saat ini, yaitu memperkuat hak konstitusi warga negara dalam pengelolaan zakat, tata kelola zakat yang lebih adaptif dengan ekosistem digital zakat, serta akselerasi kerja kemanusiaan di tingkat global," ujar Ketua Bidang II Forum Zakat Arif R Haryono.
Arif mengemukakan negara perlu berperan lebih besar dalam memberikan perlindungan hukum pengelolaan zakat, terutama pada hak warga negara dalam berorganisasi zakat dengan mempermudah proses pendaftaran Lembaga Amil Zakat (LAZ) maupun tata kelola zakat.
Peran Kementerian Agama dan BAZNAS, menurut Arif, perlu diperjelas, termasuk literasi zakat dan wakaf digencarkan. Selain itu juga perlu ada perlindungan profesi amil, serta membuka akses alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) terhadap pengembangan kapasitas amil dan organisasi pengelola zakat.
Perkembangan transaksi digital zakat beberapa tahun terakhir ini turut menjadi perhatian Forum Zakat.
Pemanfaatan kanal digital dalam berdonasi yang kian masif di tengah masyarakat, kata Arif, perlu menjadi perhatian DPR dan pemerintah dalam aspek perlindungan data pribadi muzakki dan mustahik.
Kanal digital
Permasalahan muncul karena undang-undang pengelolaan zakat tidak mengatur hal ini, sementara dalam tataran operasional banyak organisasi pengelolaan zakat telah maksimal memanfaatkan kanal digital untuk mempermudah transaksi.
“Hal paling krusial adalah UU Zakat ke depannya adalah perlunya memasukkan klausul perlindungan data pribadi penyumbang dan penerima manfaat, baik dilakukan oleh LAZ-BAZNAS maupun penyedia jasa transaksi keuangan elektronik," kata Arif.
Terakhir Arif memaparkan terkait pentingnya peran dan posisi Indonesia dalam isu kemanusiaan dunia.
Arif mengatakan perlu ada penguatan diplomasi kemanusiaan Indonesia, dibuatkan format mekanisme koordinasi pemerintah dan masyarakat, memfasilitasi peran masyarakat terutama terkait akses terhadap jaringan pemerintah untuk melakukan aksi kemanusiaan global.
“Isu kemanusiaan internasional ini sering kali direspons oleh LAZ dan BAZNAS secara progresif di lapangan, namun di undang-undang pengelolaan zakat hal tersebut belum memfasilitasi dan membukakan pintu. Maka pada Undang-Undang baru nanti, apabila dibahas oleh DPR, dibutuhkan poin baru sebagai payung hukum bagi organisasi pengelola zakat dalam merespons isu kemanusiaan global,” kata Arif.
Acara diskusi yang digagas Forum Zakat dengan Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dibuka oleh Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama (Kemenag RI) Tarmizi Tohor serta menghadirkan narasumber Anggota Komisi VIII DPR-RI yaitu Bukhori Yusuf (Fraksi PKS), Noor Achmad (Pimpinan BAZNAS RI), dan Ahmad Juwaini selaku Direktur Keuangan Sosial Syariah KNEKS.
Diskusi turut mengundang Ahmad Sobirin selaku Kepala Keasistenan Riksa VII Ombudsman RI, Hilman Latief sebagai Guru Besar UMY, dan Arief Mujayatno Kepala Redaksi Kesra LKBN ANTARA dan dimoderatori oleh Ridwan Affan dari Forum Zakat.
Pemulihan ekonomi
Dalam kesempatan diskusi tersebut, Tarmizi Tohor selaku Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama (Kemenag RI) mengatakan bahwa UU Pengelolaan Zakat perlu untuk ditinjau ulang dan diperbaiki agar sesuai dengan perkembangan zaman.
Pimpinan Baznas, Noor Achmad, menjelaskan bahwa Baznas memiliki konsep Arsitektur Zakat Indonesia 2021-2025.
Pada fase pertama 2021-2022, zakat untuk penanganan dampak Covid-19 dan beriringan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Fase kedua 2022-2023 adalah fokus terhadap pemulihan ekonomi dan beriringan dengan RPJMN, dan yang ketiga 2023-2025 adalah zakat membangun negeri beriringan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
Dia juga berharap agar segenap elemen gerakan zakat bisa bersinergi dan berkolaborasi agar pengelolaan zakat lebih baik ke depannya.
Sedangkan anggota komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf memberikan pandangannya terkait perlunya proses pendekatan formil yang perlu dilakukan agar revisi UU Pengelolaan Zakat bisa masuk ke dalam Program Regulasi Nasional (Prolegnas) pada tahun 2022 mendatang.
Dia menambahkan selain langkah formil tersebut, perlu ada penyempurnaan pada aspek materiil yaitu konten isi UU terutama terkait pembukaan kran sebesar-besarnya bagi masyarakat yang mau berkontribusi dalam penanganan persoalan kemiskinan melalui pengelolaan dana zakat.
Terakhir Ahmad Juwaini selaku Direktur Keuangan Sosial Syariah Komite Nasional Ekonomi Keuangan Syariah (KNEKS) melihat peran BAZNAS Pusat sebagai operator lebih besar porsinya dari fungsi sebagai regulator dan operator.
Dia berharap peran kelembagaan BAZNAS ke depan agar lebih banyak berfokus kepada mengurusi fungsi kordinator dan regulasi dari pada fungsi keamilan atau fungsi operatornya.
Dirinya pun menambahkan bahwa KNEKS mendukung segala kerja sama, kolaborasi, dan sinergi dari semua stakeholder zakat nasional dalam rangka memperbaiki tata kelola zakat Indonesia.
Forum Zakat adalah asosiasi wadah berhimpunnya organisasi pengelola zakat berbasis masyarakat (LAZ) dan pemerintah (BAZNAS) dengan anggota sebanyak 154 organisasi pengelola zakat tersebar di seluruh pelosok nusantara.
Forum Zakat memfokuskan kerjanya pada tiga isu besar, yaitu pengembangan kapasitas anggota, advokasi dan pengawasan, serta sinergi dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan. (*)