New York (ANTARA) - Dolar AS menguat pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), saat investor memperkirakan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat akan relatif lebih kuat dibandingkan kawasan lainnya, sementara mata uang safe haven yen Jepang melemah ke level terendah tujuh bulan.
Investor telah meningkatkan taruhan pada pertumbuhan dan inflasi AS ketika pemerintah mempersiapkan stimulus fiskal baru, dan spekulasi meningkat bahwa Federal Reserve juga bisa mendekati normalisasi kebijakan moneter daripada yang diperkirakan sebelumnya.
"Apa yang dilihat pasar saat ini adalah perbedaan pertumbuhan antara AS yang pulih dan lebih banyak yang tersendat di Eropa," kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Western Union Business Solutions, di Washington.
Data pada Rabu (3/3) menunjukkan bahwa ekonomi zona euro hampir pasti berada dalam resesi double-dip karena penguncian COVID-19 terus menghantam industri jasa-jasa.
Data AS juga menunjukkan bahwa sektor swasta menambahkan 117.000 pekerjaan bulan lalu, menurut Laporan Ketenagakerjaan Nasional ADP, meleset dari ekspektasi.
Namun, "ekspektasi untuk perekrutan lebih kuat" ketika AS merilis data pekerjaan untuk Februari pada Jumat (5/3), kata Manimbo.
Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap sekeranjang mata uang utama saingannya, terakhir naik 0,14 persen pada 90,924. Euro merosot 0,19 persen menjadi 1,2068 dolar.
Pemulihan ekonomi AS berlanjut dengan kecepatan sedang selama minggu-minggu pertama tahun ini, dengan bisnis optimis tentang bulan-bulan mendatang dan permintaan perumahan "kuat," tetapi pasar kerja hanya menunjukkan perbaikan yang lambat, Federal Reserve melaporkan pada Rabu (3/3).
Mata uang AS juga diuntungkan dari kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS. Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang dijadikan acuan pada Rabu (3/3) naik menjadi 1,469 persen, meskipun berada di bawah level tertinggi satu tahun 1,614 persen yang dicapai minggu lalu.
Pernyataan Ketua Federal Reserve Jerome Powell pada Kamis waktu setempat akan dievaluasi dengan cermat untuk setiap indikasi bahwa Fed tidak nyaman dengan kenaikan imbal hasil baru-baru ini. Dia akan berbicara di sebuah acara tentang ekonomi AS.
Presiden Federal Reserve Bank Chicago, Charles Evans pada Rabu (3/3) mengatakan dia melihat kenaikan pesat dalam imbal hasil obligasi karena sebagian besar mencerminkan perbaikan dalam ekonomi.
Mata uang berisiko termasuk dolar Australia merosot karena saham-saham jatuh, menunjukkan sentimen risiko yang memburuk.
Aussie terakhir turun 0,40 persen pada 0,7788 dolar AS, anjlok dari level tertinggi tiga tahun di 0,8007 minggu lalu. Sementara mata uang safe haven yen Jepang terus menurun mencapai 107,15 yen, terlemah sejak 23 Juli.
Analis teknikal di Citi mengatakan bahwa yen bisa menguat jika imbal hasil obligasi AS stabil di level yang lebih rendah menyusul penampilan Powell, dan menjelang periode blackout untuk pembicara Fed sebelum pertemuan Fed 16-17 Maret.
Yen bisa mencapai kisaran 106,11 hingga 106,22 per dolar AS atau bahkan terus berlanjut ke area 105,33-105,44, kata Citi.
Sterling stabil terhadap dolar pada Rabu (3/3) dan menguat terhadap euro setelah pengumuman anggaran ekspansif yang dirancang untuk menopang ekonomi Inggris saat bersiap untuk pembukaan kembali dari penguncian.
Sterling terakhir naik 0,03 persen menjadi 1,3955 dolar AS. (*)