Nganjuk (ANTARA) - Langkah kaki Menteri Sosial Tri Rismaharini mendadak perlahan saat menoleh ke posko relawan PSHT, yang dibangun untuk membantu warga terdampak tanah longsor di Desa Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Selasa sore.
Tepat beberapa puluh meter setelah keluar dari gerbang posko dapur umum, Risma yang didampingi Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat beserta Kapolres Nganjuk AKBP Harvi memutuskan masuk ke salah satu posko.
“Ini apa yang dikerjakan di sini? Ayo pakai masker. Di sini kalian bantu opo?,” tanya Risma menyapa sekelompok muda-mudi yang duduk di halaman posko.
Di depan posko, tertera gambar lambang salah satu perguruan silat, juga beberapa spanduk bertuliskan posko tanah longsor serta terdapat tumpukan kardus berisi makanan untuk pengungsi.
Risma yang mengenakan gaun putih berjilbab pink, bercelana hitam dan bersepatu kets hitam bergaris putih, memilih mengajak berbincang dan mendengar keseharian para anak-anak muda itu tadi.
Di depan posko, berdiri remaja laki-laki, mengenakan masker, beranting di telinga kanan, menenteng alat komunikasi HT.
Ia seolah tak mempedulikan ada seorang Tri Rismaharini di dalam dan berbincang bersama rekan-rekannya.
Risma sempat duduk santai, bahkan lebih dari 15 menit, mantan Wali Kota Surabaya tersebut duduk santai berdiskusi sembari mendengar cerita anak-anak muda tersebut.
Setelah itu, Risma memilih mengajak mereka ke Puskesmas Ngetos yang lokasinya hanga hitungan meter dari posko.
Tak berhenti sampai di situ, Risma menyempatkan foto bersama sekelompok muda-mudi tersebut.
“Janji yo rek, kita harus semangat dan berusaha yang terbaik. Ayo foto, terus yel-yelnya apa?,” tuturnya.
Setelah foto, pandangan Risma tiba-tiba tertarik kepada remaja beranting sebelah tadi, meski posisi berdiri saat foto berada di paling kiri.
“Aku seneng karo arek iki, soale make anting-anting (Saya suka dengan anak ini, soalnya pakai anting-anting),” ucapnya.
Mantan Wali Kota Surabaya dua periode itu kemudian mengajaknya berbincang serius, dan remaja pria tersebut mengaku tak menyangka Mensos mengajaknya bicara.
“Kuwe pengen opo? Pengen usaha opo? (Kamu ingin apa? Ingin usaha apa)?” tanya Risma.
Remaja pria bernama Rafi itupun tanpa berpikir panjang langsung menjawab, “Buka bengkel”.
Mendengar jawaban tersebut, Risma berjanji akan membukakan bengkel bagi Rafi, namun dengan komitmen yang harus ditepatinya.
“Kamu mau saya latih di bengkel? Kamu sudah bisa? Kamu ingin buka bengkel di mana?” tanya Risma ke Rafi.
Sembari tersipu, Rafi hanya membalasnya dengan anggukan kepala.
“Kamu selama ini yang bantu-bantu? Oke sekarang kamu mau ikut saya? Sebentar saja di balai milik Kemensos di Solo, nanti dilatih dan kalau lulus saya bukakan bengkel untuk usaha,” kata Risma.
“Tapi kamu juga harus yakin bisa lho. Kalau tidak yakin bisa, bagaimana nanti? Kamu harus berubah menjadi lebih baik dari sekarang,” katanya menambahkan.
Rafi yang ditemui usai diajak berbincang Risma merasa sumringah, bahkan ia mengaku senang karena akan dibukakan bengkel oleh Tri Rismaharini.
“Mau mas saya ikut pelatihan. Nanti juga katanya dibukakan bengkel. Senang saya mas,” kata Rafi sembari berjalan menuju posko.
Posko Pengungsian
Pada kesempatan itu, Mensos Risma juga meninjau lokasi pengungsian warga terdampak bencana tanah longsor di gedung SD Negeri 3 Ngetos.
Ia sempat berdialog dengan pengungsi, kemudian mengunjungi tenda darurat yang menjadi tempat bermain sekaligus lokasi pemulihan trauma bagi anak-anak.
Risma juga berkunjung ke Puskesmas Ngetos yang lokasinya tepat di depan kantor kecamatan setempat.
Tidak lebih dari 10 menit di sana, ia lalu berjalan kaki menuju posko dapur umum yang jaraknya sekitar 200 meter dari puskesmas.
Pendirian posko merupakan upaya membantu warga akibat bencana tanah longsor yang dipicu hujan dengan intensitas sedang sampai tinggi pada Minggu (14/2) pukul 15.00 WIB sampai 19.00 WIB.
Peristiwa tersebut mengakibatkan tebing longsor di Dusun Selopuro, Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos, Nganjuk, pada pukul 18.00 WIB.
Bencana tanah longsor memakan puluhan korban jiwa, melukai beberapa warga dan merobohkan rumah-rumah masyarakat dusun setempat.
Penyemprotan disinfektan
Di lokasi pengungsian, petugas rutin melakukan penyemprotan disinfektan demi menjaga kebersihan dan sebagai bagian dari penerapan protokol kesehatan.
“Di sini kami juga harus tetap melaksanakan protokol kesehatan,” ujar salah seorang petugas Tagana dari Kementerian Sosial RI, Risa.
Berdasarkan catatannya, total 141 orang yang berada di lokasi pengungsian tersebut, yang terdiri dari 100 orang dewasa dan 41 anak-anak.
Selain itu, para pengungsi setiap pagi melakukan senam bersama, baik anak-anak maupun orang tua demi menjaga kesehatan tubuh dan dilaksanakan di bawah terik matahari pagi.
Pantauan di lokasi, pengungsi diminta ke luar gedung untuk sementara dan berpindah ke tenda darurat yang didirikan di halaman sekolah.
Pengungsi dewasa maupun anak-anak juga diwajibkan menggunakan masker, disediakan juga tempat cuci tangan.
Sementara itu, salah seorang pengungsi asal Dusun Selopuro, Tini, mengaku sudah dua hari diminta mengungsi karena khawatir terjadi longsor susulan di sekitar rumahnya.
“Saya awalnya di halaman rumah Kepala Desa Ngetos, kemudian diminta pindah di gedung sekolah. Tidak apa-apa yang penting aman dulu,” kata ibu dua anak tersebut.
Sepakat Relokasi
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan siap membantu rencana relokasi bagi para korban atau warga yang terdampak bencana longsor. Sebab di lahan yang terjadi longsor tersebut tergolong rawan bencana.
Muhadjir saat itu memastikan pemerintah pusat siap membantu pembangunan relokasi di lahan yang telah disiapkan oleh pemerintah daerah.
Setelah tanggap bencana ini, lanjut dia, maka akan diikuti dengan rehabilitasi dan rekonstruksi, seperti memperbaiki infrastruktur, terutama yang mengalami rusak berat, itu biasanya bantuan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).