Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menanggapi isu pengambilalihan paksa kepemimpinan Partai Demokrat yang disebut-sebut melibatkan pihak Istana Kepresidenan dan membuat Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono mengirimkan surat kepada Presiden.
"Sebenarnya saya masih 'diem-diem' aja sih, karena saya tidak perlu reaktif dalam hal ini," ujar Moeldoko saat memberikan keterangan pers virtual di Jakarta, Senin malam.
Namun, karena cukup banyak pertanyaan dari media massa, Moeldoko memutuskan menanggapi isu tersebut.
"Poin pertama, jangan dikit-dikit Istana. Dalam hal ini saya mengingatkan. Sekali lagi jangan dikit-dikit Istana dan jangan ganggu pak Jokowi, karena beliau dalam hal ini tidak tahu sama sekali, tidak tahu apa-apa dalam isu ini. Jadi itu urusan saya. Moeldoko ini, bukan selaku KSP. Moeldoko," ujar Moeldoko.
Baca juga: AHY sebut ada gerakan pengambilalihan paksa kepemimpinan Partai Demokrat
Dia mengatakan bahwa beberapa kali banyak tamu yang berdatangan ke kediamannya. Moeldoko mengatakan dirinya sebagai mantan Panglima TNI terbuka kepada siapa pun yang ingin bertemu, tanpa memberikan batas.
"Kepada siapa pun, apalagi di rumah ini. Terbuka 24 jam dengan siapa pun. Mereka datang berbondong-bondong, ya kita terima," ucap Moeldoko menjelaskan.
Moeldoko tidak menyebutkan siapa yang datang ke kediamannya. Namun ditengarai pihak yang sempat datang menemuinya merupakan orang-orang yang disebut AHY sebagai pelaku gerakan pengambilalihan paksa kepemimpinan Demokrat.
Baca juga: AHY surati Presiden Jokowi soal gerakan pengambilalihan paksa Partai Demokrat
Moeldoko mengaku tidak tahu konteks kedatangan orang-orang ke kediamannya. Namun seperti pertemuan dengan pihak lain, Moeldoko mengaku selalu membuka obrolan dengan masalah pertanian.
"Dari obrolan, saya biasa mengawali dari pertanian karena saya memang suka pertanian. Kemudian, mereka 'curhat' situasi yang dihadapi, ya gua dengerin aja. Berikutnya ya udah dengerin aja. Saya sebenarnya prihatin gitu ya dengan situasi itu, karena saya juga bagian yang mencintai Demokrat," ujarnya.
Kemudian, kata Moeldoko, muncul isu pengambilalihan kepemimpinan Demokrat.
"Kemudian muncul isu itu. Mungkin dasarnya foto-foto ya. Orang ada dari Indonesia timur dari mana-mana datang ke sini kan kepingin foto sama gua. Sama saya. Ya saya terima aja apa susahnya. Itu lah menunjukkan seorang jenderal tidak punya batas dengan siapa pun. Kalau itu menjadi persoalan yang digunjingkan ya silakan saja. Saya tidak keberatan," tutur-nya menjelaskan.
Berikutnya Moeldoko memberikan sebuah saran. Ia mengatakan sebagai seorang pemimpin seseorang harus kuat dan tidak mudah terombang-ambing.
"Berikutnya saran saya. Menjadi seorang pemimpin harus kuat, jangan mudah 'baperan', mudah terombang-ambing dan seterusnya. Kalau anak buahnya nggak boleh pergi kemana-mana ya diborgol aja kali ya. Begitu. Selanjutnya kalau ada istilah kudeta, kudeta itu dari dalam, masa kudeta dari luar," kata Moeldoko kemudian menutup keterangan pers-nya tanpa tanya jawab dengan media.