Gelaran pemilihan kepala daerah berlangsung serentak hari ini. Di Jawa Timur terdapat 19 kabupaten/kota yang melaksanakan kegiatan lima tahunan ini, termasuk di Kabupaten Sidoarjo.
Ada tiga pasangan calon kepala daerah di Kabupaten Sidoarjo yang ikut dalam kontestasi Pilkada 2020.
Pasangan calon itu, Bambang Haryo Sukartonon (BHS) -Taufiqulbar yang diusung lima partai masing-masing Partai Gerindra, Partai Golkar, PKS, Partai Demokrat, dan PPP.
Kemudian disusul pasangan Ahmad Muhdlor Ali-Subandi yang murni diusung satu partai yakni Partai Kebangkitan Bangsa serta pasangan Kelana Aprilianto-Dwi Astutik yang diusung PDIP dan PAN.
Dari ketiga pasangan calon itu, hanya calon bupati Ahmad Muhdlor Ali yang memiliki hak pilih di Sidoarjo.
Muhdlor Ali (Gus Muhdlor) berharap tidak ada perpecahan di masyarakat usai pelaksanaan pemilihan kepala daerah di kabupaten setempat.
"Ayo bareng-bareng membangun Sidoarjo. Seluruh elemen masyarakat tidak boleh terpecah. Apapun hasilnya, mari dijaga kondusifitas yang sudah ada saat ini," ucap-nya usai mencoblos di tempat pemungutan suara (TPS) 06 di Desa Kenongo, Kecamatan Tulangan.
Ia berpesan supaya masyarakat di Sidoarjo menggunakan hak pilihnya dalam kontestasi pemilihan kepala daerah di Sidoarjo ini.
"Saya berharap tidak ada yang melewatkan pesta demokrasi ini. Mari, bersama mencoblos sesuai pilihan masing-masing dan menjadi pemilih yang cerdas” ujarnya.
Gus Muhdlor menggunakan hak suaranya bersama istrinya, ibu, dan ayahnya Agoes Ali Masyhuri, (Gus Ali) yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Progresif Bumi Shalawat.
Direktur Pendidikan Yayasan Bumi Shalawat Progresif ini juga berpesan jangan karena beda pilihan kemudian masyarakat menjadi saling bermusuhan. "Gunakan hak pilih. Ayo datang ke TPS masing-masing," ucap-nya.
Hingga pukul 18.00 WIB versi hitungan sementara suara yang masuk di Media Center BHS, pasangan ini masih saling berkejaran dengan pasangan Ahmad Muhdlor Ali. Perolehannya yakni 39,77 persen untuk Bambang Haryo dan 39,25 persen untuk Ahmad Muhdlor Ali . Sementara pasangan Kelana Aprilianto Dwi Astutik masih berkutat di angka 21 persen.
Tipisnya prosentase perolehan ini membuat kedua tim saling menunggu tanpa memberikan klaim kemenangan mereka.
Bahkan, seperti terlihat di posko Bambang Haryo Sukartono-Taufiqulbar di Jalan Diponegoro Sidoarjo masih lengang dan tidak terlihat euforia oleh masa pendukung.
Hanya para tim yang dengan harap-harap cemas melihat akumulasi suara yang dilaporkan dari masing-masing saksi.
Berbeda dengan kantor DPC PKB Sidoarjo, puluhan ibu-ibu terus mendendangkan shalawat di salah satu ruangannya. Sementara di sisi ruangan yang lainnya, sebuah layar besar berisi hasil perolehan suara sementara yang masuk dari masing-masing TPS dan desa.
Petugas Kepolisian Resor Sidoarjo juga terus berkeliling setiap beberapa jam sekali ke masing-masing posko untuk melihat dari dekat kondisi yang ada.
Termasuk juga memantau penerapan protokol kesehatan yang diterapkan di masing-masing posko supaya tidak terjadi penumpukan massa dan juga meluapkan euforia kemenangan.
Kasi Humas Polresta Sidoarjo Ipda Novi Tri mengatakan pemantauan itu dilakukan untuk melihat pelaksanaan protokol kesehatan. "Jangan sampai muncul klaster baru dalam pilkada ini," ujarnya.
Protes
Di Sidoarjo pelaksanaan pemilihan kepala daerah diwarnai oleh riak-riak kecil sebagai bagian dari dinamika kontestasi politik.
Seperti yang terjadi di wilayah Blurusidokare diwarnai protes salah satu warga yang merasa diarahkan ke salah satu calon.
Cek-cok mulut antara warga dengan salah satu petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) mewarnai pelaksanaan pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS) 015 Bulusidokare Sidoarjo, Jawa Timur.
Peristiwa itu terjadi karena diduga ada oknum KPPS yang mengarahkan warga untuk memilih salah satu pasangan calon.
"Saya emosi ada kecurangan, ada oknum KPPS mengarahkan untuk coblos nomor 2 kepada calon pemilih yang akan mencoblos," ucap Tanto seorang warga yang protes pada petugas KPPS tersebut.
Dengan nada emosi dan nyaris adu pukul, Tanto berkata dengan suara keras kepada petugas di dalam TPS atas dugaan kecurangan yang dilakukan petugas KPPS.
Ia meminta keadilan kepada petugas bawaslu dan pihak keamanan untuk turun aktif menjaga agar tidak ada pengarahan untuk memilih ke salah satu calon.
Ia mengatakan alasan oknum petugas KPPS yang menyarankan warga menggunakan sarung tangan dua itu menurutnya mengada-ada.
"Yang benar ada ibu-ibu saat akan mencoblos diarahkan untuk pilih nomor dua oleh oknum petugas KPPS," katanya.
Sementara itu, menurut Candra petugas Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) yang bertugas di TPS 015 Kelurahan Bulusidokare mengatakan peristiwa itu diawali adanya sarung tangan plastik yang digunakan warga untuk mencoblos.
"Ada petugas KPPS bilang ke warga untuk menggunakan sarung tangan dua. Itu yang saya tau. Tidak ada mengarahkan untuk mencoblos nomor dua," katanya.
Peristiwa antara warga yang akan coblos dengan petugas KPPS, berlangsung cepat dan berhasil didinginkan suasana setelah petugas kepolisian datang ke lokasi dan mengamankan suasana.
TPS Unik
Hampir sama dengan beberapa daerah lainnya, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dilakukan beberapa upaya. Salah satunya dengan TPS unik dengan mengusung tema tertentu.
Seperti yang dilakukan oleh warga Magersari yang mengusung tema keberagaman agama dalam sebuah bangsa.
Tempat pemungutan suara (TPS) unik di Magersari mengusung tema kerukunan suku bangsa yakni petugas KPPS mengenakan pakaian adat masing-masing provinsi.
Sudirman selaku inisiator TPS unik mengatakan kerukunan suku bangsa saat ini sangat diperlukan terutama pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
"Ini yang ingin kami tekankan kepada anak muda sekarang ini. Mengingat para petugas pada pilkada kali ini merupakan para generasi muda," tutur-nya.
Ia menjelaskan, jangan sampai para pemuda ini lupa akan suku bangsa mereka sendiri dan juga menjaga kerukunan beragama. "Pakaian suku ini di antaranya dari Jawa, Madura, Papua dan juga dari Sumatera," ucapnya.
Ia menjelaskan, di TPS 1 dan 2 di Magersari ini juga terdapat petugas yang mengenakan kostum pemuka agama di Indonesia.
"Seluruh agama yang diakui di Indonesia ada, baik itu Islam, Kristen, Buddha, Hindu, Katolik dan juga Konghucu," katanya.
Sebanyak 501 orang warga binaan pemasyarakatan (WBP) Lembaga Pemasyarakatan Lapas Klas II A Sidoarjo menggunakan hak pilih mereka.
Kalapas Sidoarjo Teguh Pamuji mengatakan pihaknya menerapkan protokol kesehatan dalam pemungutan suara kali ini. "WBP wajib memakai masker, dicek suhu tubuhnya, diberi sarung tangan plastik sekali pakai," ujarnya.
Ia menjelaskan, Kanwil Kemenkumham Jatim memberikan atensi lebih kepada pelaksana pemilihan kepala daerah tahun 2020 ini.
"Pasalnya, beberapa lapas atau rutan juga turut menggelar pemungutan suara. Salah satunya di Lapas IIA Sidoarjo, sebanyak 501 WBP mendapatkan hak suaranya," ucapnya.
Ia menjelaskan, kegiatan pemungutan suara sudah dimulai sejak pukul 08.00 WIB dan ada dua tempat pemungutan suara (TPS) yang didirikan di lapangan (TPS 29) dan ruang kunjungan (TPS 30).
Dia mengapresiasi upaya lapas yang berkomitmen menyelenggarakan pilkada dengan aman dan tertib. "Baru dua jam, tapi sudah hampir separuh DPT yang telah menyalurkan hak suaranya, ini jadi sinyal yang baik," ucapnya.