Malang (ANTARA) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan bahwa terpidana mati Sugeng Santoso dalam kasus pembunuhan dengan mutilasi di Kota Malang, Jawa Timur, tetap mendapatkan pembinaan dari pemerintah.
"Walaupun hukuman mati, tetap punya hak untuk diberikan pembinaan," kata Yasonna, di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu.
Sugeng Santoso merupakan terpidana kasus pembunuhan disertai mutilasi di Pasar Besar, Kota Malang, pada pertengahan Mei 2019. Mahkamah Agung (MA) telah menganulir vonis Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, dari semula 20 tahun penjara, menjadi hukuman mati.
Pihak Kejaksaan Negeri Kota Malang menerima salinan surat putusan tersebut pada 11 September 2020. Mahkamah Agung telah mengetok palu vonis hukuman mati kepada Sugeng Santoso pada 27 Agustus 2020.
Yasonna menambahkan, pihak kejaksaan akan menyerahkan terpidana mati tersebut kepada Kementerian Hukum dan HAM setelah ada ketetapan hukum. Namun, Yasonna memastikan bahwa meskipun Sugeng Santoso dijatuhi vonis mati, pemerintah akan memberikan pembinaan.
"Kalau divonis mati, akan dikirimkan ke kita, kita akan terima. Nanti ditentukan dimana dia ditempatkan, dan akan kita bina," ujar Yasonna.
Pada pertengahan Mei 2019, ada penemuan mayat korban mutilasi di kawasan Pasar Besar Kota Malang. Penemuan tersebut berawal kurang lebih pada pukul 13.30 WIB, saat salah satu pedagang naik ke lantai dua pasar terbesar di Kota Malang tersebut, dan mencium bau menyengat.
Pada saat mencari sumber bau tersebut, para saksi itu menemukan potongan sepasang kaki manusia. Korban mutilasi tersebut merupakan seorang perempuan yang diperkirakan berusia 15 tahun, yang hingga saat ini masih belum diketahui identitasnya.
Tim kuasa hukum dari Sugeng Santoso berencana mengajukan upaya hukum lanjutan, atas putusan Mahkamah Agung tersebut.
Menkumham sebut terpidana mati kasus mutilasi tetap dapat pembinaan
Rabu, 16 September 2020 18:28 WIB