Yerusalem (ANTARA) - Ribuan warga Israel di Yerusalem, Sabtu (12/9), berunjuk rasa mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mundur dari jabatannya setelah ia diduga terlibat korupsi dan banyak pihak kecewa terhadap kebijakan penanggulangan COVID-19 oleh pemerintah.
Massa menggelar aksi di luar kediaman Netanyahu sembari meniupkan peluit, mengibarkan spanduk/poster aksi dan bendera, serta berseru meminta perdana menteri mengundurkan diri.
Beberapa aksi dengan jumlah massa yang lebih sedikit juga berlangsung di sepanjang jembatan di pusat kota.
Media setempat memperkirakan sekitar 10.000 orang turut serta dalam aksi protes, yang digelar tiap minggu di Yerusalem.
Para demonstran terus berunjuk rasa setelah jumlah pasien positif corona di Israel naik drastis.
Pemerintah sejauh ini melaporkan hampir 150.000 orang, dari total populasi sembilan juta jiwa di Israel, positif COVID-19. Dari total kasus positif, lebih dari 1.000 di antaranya meninggal dunia.
Tidak hanya krisis kesehatan, Israel juga menghadapi resesi dan tingkat pengangguran yang naik sampai di atas 20 persen akibat pandemi.
Hasil survei Israel Democracy Institute, yang diterbitkan pada Agustus 2020, menunjukkan 61 persen warga Israel tidak percaya Netanyahu mampu menanggulangi krisis akibat COVID-19.
Kalangan oposisi menyebut perhatian PM Netanyahu terpecah karena ia harus mengikuti sidang kasus suap, penipuan, dan penyalahgunaan kekuasaan.
Netanyahu, 70, ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pada November. Ia diduga menerima gratifikasi dari beberapa taipan media yang meminta perlakuan khusus dan sebagai gantinya Netanyahu diyakini dijanjikan mendapat pemberitaan yang baik.
Sidang kasus suap Netanyahu resmi dibuka pada Mei dan akan dilanjutkan oleh pengadilan pada Januari.
Netanyahu menyangkal seluruh tuduhan. Ia menyebut sidang tersebut sebagai aksi persekusi bermuatan politik yang disponsori kalangan sayap kiri, dengan tujuan untuk mendepak pemimpin dari sayap kanan.
Netanyahu juga mengecam aksi unjuk rasa dan menyebut massa aksi telah merusak nilai-nilai demokrasi.
Krisis ekonomi itu pula yang membuat normalisasi hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab (UAE) serta Bahrain pada tahun ini tidak banyak mendapat sorotan.
Belum lama ini, media Israel mengkritik Netanyahu yang berencana terbang ke Washington, Amerika Serikat, bersama keluarganya menggunakan pesawat jet mewah. Ia berencana berangkat secara terpisah dengan delegasi Israel yang akan terbang dengan satu pesawat sewaan.
Setelah insiden itu, Netanyahu pada Minggu membatalkan rencananya menyewa jet mewah.
Netanyahu dijadwalkan mengunjungi Washington, untuk menandatangani perjanjian normalisasi hubungan antara Israel dan UAE.
Sejumlah media mengkritik rencana perjalanan Netanyahu ke AS terlampau mewah padahal banyak warga Israel kesulitan bertahan dari krisis ekonomi akibat pandemi.
Otoritas di Israel memberlakukan karantina untuk kedua kalinya sejak Maret 2020.
Ajudan PM Netanyahu mengatakan rencana terbang dengan pesawat berbeda merupakan langkah pencegahan demi mengurangi risiko penyebaran COVID-19.
Namun, kantor perdana menteri pada Jumat (11/9) mengatakan Netanyahu akan berangkat ke Washington bersama delegasinya dalam pesawat yang sama.
Sumber: Reuters (*)