Surabaya (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Kota Surabaya, Mahfudz menegaskan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Eri Cahyadi harus mundur dari jabatannya jika berniat maju sebagai bakal Calon Wakil Wali Kota Surabaya di Pilkada Surabaya 2020.
"Saya nilai ini sudah tidak etis. Saya minta Pak Eri bersikap jantan. Kalau mau maju ya maju, silahkan, tapi kalau tidak ya tidak," kata Mahfudz saat memperlihatkan selebaran berisikan profil dan kampanye Eri Cahyadi di DPRD Surabaya, Selasa.
Menurut dia, beredarnya selebaran tersebut dinilai sebagai tindakan tidak etis dari Eri yang masih menyandang status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Mahfudz menjelaskan, selebaran ditemukan di kawasan Gubeng Surabaya yang menjadi salah satu dapilnya.
Setelah melakukan penelusuran, lanjut dia, ternyata selebaran tersebut banyak diterima oleh puluhan masyarakat. Ia pun menunjukkan satu lembar selebaran bewarna merah dengan berisi foto Eri Cahyadi berdiri di samping foto setengah badan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Adapun dalam selebaran itu berisikan profil Eri selama menjalani karir sebagai seorang ASN. Di belakang selebaran bolak-balik itu juga berisi program-program kerja yang dikerjakan Eri selama jabatannya di pemerintahan Kota Surabaya.
Temuan ini membuat Mahfudz agak geram karena banyak selebaran berbau kampanye Eri ini sudah menyebar. Sedangkan, Eri selalu berkilah bahwa dirinya tidak mencalonkan diri sebagai bakal calon wali kota Surabaya.
"Alasannya dia selalu sama. Eri selalu bilang tidak daftar dan itu bukan dia yang membuat. lha trus siapa?. Kalau tiba-tiba nanti dia direkomendasi partai lantas apa nanti jaminannya? saya kira tidak usah nyebar-nyebar selebaran atau spanduk cari dukungan," katanya.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyayangkan sikap Eri Cahyadi sejauh ini. Mahfudz meminta Eri melepas atau mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kepala Bapeko. Mahfud menduga selama ini Eri bersafari menggunakan fasilitas negara yang berasal dari APBD.
"Selama ini dia kemana pun atas nama bapeko. ASN tidak boleh. Kita tidak khawatir apa-apa. Tapi dia kemana mana melekat atribut ASN-nya dan membawa nama Bapeko otomatis pakai mengunakan fasilitas negara pakai dana APBD. Kan haram hukumnya itu," katanya.
Akibat tindakan itu, lanjut Mahfudz, masyarakat kini semakin banyak yang tergiring. Hasilnya, beredarnya selebaran ataupun upaya lainnya ini berhasil membangun opini publik menjelang Pilkada Surabaya pada 23 September nanti.
"Sudahlah kalau mau mencalonkan harus segera copot status ASN dan tidak lagi memanfaatkan fasilitas negara. Tidak usah menyebar selebaran lagi secara diam-diam," katanya.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Surabaya Muhammad Agil Akbar sebelumnya mengatakan pihaknya telah mengirim surat imbauan kepada Wali Kota Surabaya tertanggal 31 Desember 2019 dengan Nomor Nomor : 831/K.JI-38/PM.00.02/XII/2019 dalam rangka pencegahan terhadap pelanggaran dalam tahapan Pilkada Surabaya 2020.
Agil menjelaskan dasar dari surat imbauan tersebut adalah UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Wali Kota.
Pada Pasal 71 disebutkan bahwa pejabat daerah, pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali kota atau Wakil Wali kota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Saat ditanya apakah ASN yang sudah mendeklarasikan diri maju Pilkada Surabaya harus mundur, Agil mengatakan ASN boleh mundur paa saat penetapan. Selain itu, lanjut dia, ASN yang mendeklarasi bersama parpol juga tidak boleh. (*)