Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki risiko bencana tinggi, karena berada di jalur cincin api (ring of fire). Bahkan, tidak jarang banyak pihak yang menyebut negara kesatuan republik Indonesia sebagai supermarket bencana seperti gempa bumi, tsunami, banjir, longsor, angin kencang, dan kekeringan.
Berbagai bencana tersebut bisa jadi disebabkan oleh faktor alam, namun ada pula karena tangan jahat manusia. Akibatnya, jatuhnya korban jiwa maupun harta benda terkadang tak bisa terelakkan.
Bencana alam yang disebabkan oleh manusia, tentu sangat membuat prihatin karena manusia sebagai khalifah di muka bumi, agaknya tidak mampu menjaga dan melestarikan alam lingkungan yang diciptakan Tuhan Sang Maha Pencipta. Manusia yang mestinya merawat, justru merusaknya. Keserakahan manusia yang tidak pernah bersyukur atas karunia-Nya, menjadi pemicu.
Salah satu provinsi yang rentan terhadap bencana alam adalah Jawa Timur. Provinsi di ujung timur Pulau Jawa ini memiliki tujuh gunung berapi yang aktif yakni Gunung Bromo, Semeru, Kelud, Ijen, Raung, Arjuno, dan Lemongan. Selain itu, sejumlah sungai mengalir di kawasan ini, yaitu Sungai Bengawan Solo, Sungai Brantas, dan Kali Lamong yang membentang di sejumlah kabupaten/kota. Belum lagi, sepanjang pesisir selatan Jawa Timur juga rawan terhadap ancaman gempa, tsunami dan banjir rob. Bahkan BNPB menyebutkan indeks risiko bencana di Jawa Timur pada kategori tinggi. Oleh karena itu, cukup beralasan jika bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, angin puting beliung, bisa mengancam penduduk di Jawa Timur.
Memasuki musim hujan, BPBD Jatim melakukan pemetaan terhadap 22 daerah yang berpotensi diterjang banjir akibat luapan Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas. Bahkan, Pemerintah Proviinsi Jawa Timu telah menetapkan status siaga darurat bencana hidrometeorologi sejak 16 Desember 2019.
Bencana alam memang tidak dapat dicegah, namun paling tidak masyarakat bisa melakukan mitigasi bencana (mengurangi dampak bencana) dan sadar akan bencana dengan tidak merusak alam, melakukan penebangan ilegal, penambangan di daerah bencana, membuang sampah di sungai, dan tindakan lainnya yang bisa memicu terjadinya bencana.
Fenomena yang terjadi saat ini, tampaknya alam justru banyak dirusak oleh tangan manusia. Hutan ditebangi dengan mengabaikan reboisasi, fungsi lahan diubah, sehingga menyebabkan hutan gundul, cadangan air menurun karena kurangnya pohon yang menyerap air. Dampaknya, kondisi tanah menjadi labil, banjir bandang, dan longsor menjadi risiko bencana yang dapat terjadi kapan saja.
Apalagi, sampah dan limbah dibuang ke sungai, lahan bantaran sungai dijadikan permukiman penduduk, penggunaan kantong plastik yang berdampak pada pencemaran tanah dan air, sehingga manusia semakin sulit mendapatkan air bersih dan debit air tanah semakin menyusut karena dipompa secara berlebihan. Air hujan sulit diserap air karena tanah sudah banyak yang dilapisi beton, sumur-sumur resapan jarang dibuat, sampah-sampah menyumbat selokan-selokan, akibatnya air hujan meluap dan banjir pun terjadi, sehingga banyak manusia menjadi korban akibat perbuatan sebagian manusia yang lainnya.
Bencana banjir dan tanah longsor yang sering terjadi saat musim hujan, mungkin masih menjadi peringatan kepada manusia. Akan tetapi, perilaku manusia yang terus menerus merusak alam, bahkan semakin serakah melukai alam, tentu akan menjadi ancaman bencana yang lebih dahsyat yang perlu diwaspadai.
Untuk itu, masyarakat tentu harus sadar pentingnya menjaga ekosistem lingkungan, dan jangan abai dengan tanda alam yang semakin murka atas ulah manusia yang serakah, sehingga perlu adanya kebijakan pemimpin di daerah yang berbasis lingkungan dengan kearifan lokal masing-masing daerah.
Masyarakat perlu memahami gejala-gejala dan tanda-tanda bencana alam, sehingga bisa melakukan langkah antisipatif untuk mengevakuasi diri dan dapat menekan jatuhnya korban akibat bencana tersebut. Potensi terjadinya bencana alam akan selalu mengintai kita, karena murkanya alam dapat terjadi di mana saja dan kapan pun juga. Mari bergandengan tangan untuk menjaga keseimbangan alam dan stop merusak lingkungan, agar terhindar dari kemurkaan alam akibat ulah manusia. Kita jaga alam, maka alam pun akan menjaga kita. (*)
Waspada, bencana mengintai kita
Senin, 13 Januari 2020 13:00 WIB
mari bergandengan tangan untuk menjaga keseimbangan alam dan stop merusak lingkungan, agar terhindar dari kemurkaan alam akibat ulah manusia. Kita jaga alam, maka alampun akan menjaga kita.