Surabaya (ANTARA) - Pengamat mencatat ada siklus setiap tahun saat berbagai jenis satwa liar masuk ke permukiman padat penduduk yang disebabkan habitatnya kian terhimpit oleh pertumbuhan pembangunan untuk kepentingan manusia.
Pengamat satwa liar dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr Boedi Setiawan, MP mengungkapkan bahwa siklus tersebut biasanya terjadi di setiap pergantian musim pada wilayah permukiman penduduk yang berbatasan dengan hutan atau habitat satwa liar.
"Fenomena yang belakangan terjadi adalah masuknya kawanan ular kobra di sejumlah perkampungan di Jakarta dan Jember, Jawa Timur," kata pengajar di Departemen Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Unair Surabaya itu saat dikonfirmasi, Rabu.
Baca juga: Puluhan ular kobra masuk perumahan warga di Jember
Cak Boeseth, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa fenomena satwa liar masuk permukiman itu terjadi karena sekitar tiga bulan yang lalu merupakan musim kawin ular kobra.
"Sekarang ini bertepatan dengan awal musim hujan, telur-telurnya mulai menetas dan insting anak-anak ular kobra itu mencari makan sekaligus mencari kehangatan di luar habitatnya yang telah rusak akibat perkembangan pembangunan, yaitu dengan masuk ke perkampungan padat penduduk," ujarnya.
Dalam tiga bulan terakhir, berbagai jenis satwa liar diberitakan masuk ke permukiman padat penduduk di sejumlah wilayah Indonesia.
Pada akhir November lalu, kawanan gajah liar diberitakan merusak 14 unit rumah penduduk di Kampung Rime Raya, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh.
Gajah Sumatera liar pada awal bulan Desember ini juga terlihat berkeliaran di Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.
Sebelum itu, seekor bekantan jantan pada bulan Oktober lalu juga diberitakan masuk ke perkampungan warga di Mantuil, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Cak Boeseth memastikan ada kesalahan tata ruang yang menyebabkan berbagai satwa liar tersebut pada siklus tertentu masuk ke permukiman padat penduduk demi bertahan hidup.
"Mungkin karena pertumbuhan penduduk semakin meningkat, otomatis kebutuhan rumah juga sangat meningkat. Artinya di sini memang ada lahan-lahan yang harus dibatasi, tidak semua lahan dibuat perumahan," ucapnya.
Dia menekankan harus ada lahan yang dipertahankan untuk pertanian dan sebagainya sehingga masih menyisakan habitat untuk satwa-satwa liar, yang selama ini menjadi korban dari pertumbuhan pembangunan.
Lebih lanjut Cak Boeseth, yang juga aktivis pecinta satwa di komunitas Wildlife Photography Surabaya ini mengimbau jika ada kawanan satwa liar masuk ke permukiman warga agar tidak dibunuh.
Warga diminta untuk menghubungi petugas rescue di instansi Perlindungam Masyarakat (Linmas) yang ada di tiap daerah.
"Biasanya petugas rescue Linmas ini dibantu oleh petugas pemadam kebakaran yang telah terlatih untuk mengevakuasi dan mengembalikan satwa liar yang memasuki perkampungan penduduk tersebut ke habitatnya," ujarnya.