Semarang (ANTARA) - Masjid Riyadhul Jannah yang beralamat di RT 03/RW 01, Dusun Bangsri Cilik, Desa Kriwen, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, terancam disita oleh BPR Central International, menyusul dijadikannya sertifikat tanah masjid tersebut sebagai agunan.
"Awalnya tanah ini merupakan milik Yatimin Witnyo Diharjo, beliau ini pemilik perusahaan transportasi PO Wahyu Putro. Tanah ini dijadikan agunan bank saat masih berupa rumah," kata Ketua Umum Masjid Riyadhul Jannah Sri Mulyono (52) di Sukoharjo, Senin.
Ia mengatakan tanah tersebut pada akhirnya didirikan masjid karena pemilik rumah pindah ke daerah lain. Selanjutnya, pada tahun 2011 masjid yang sudah berdiri diserahkan kepada masyarakat setempat untuk dikelola menjadi tempat ibadah para warga.
"Kalau keluarga ini pindah ke daerah kota sana, sekitar tahun 1980. Tetapi baru didirikan masjid di tahun 2011 itu," katanya.
Ia mengetahui tanah tersebut menjadi agunan bank sekitar tahun 2014 di mana pada saat itu pihak bank sering mendatangi Masjid Riyadhul Jannah.
"Setelah saya tahu kemudian saya datang ke keluarga Pak Yatimin. Di situ saya hanya dikasih tahu untuk tidak ikut memikirkan permasalahan bank, saya hanya disuruh fokus mengurus masjid," katanya.
Ia sendiri tidak menyangka akhir-akhir ini permasalahan agunan tersebut membesar karena ternyata salah satu anak pemilik tanah yang menjadikannya sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman dari BPR hingga saat ini tidak mampu mengembalikan pinjaman tersebut.
"Setahu saya pinjamnya Rp400 juta. Dulu saat Pak Yatimin masih hidup tidak ada masalah seperti ini, tetapi setelah beliau meninggal permasalahannya baru muncul," katanya.
Sementara itu, ia mengatakan masjid seluas 300 m2 yang berdiri di tanah dengan luas 1.160 m2 ini sangat dibutuhkan oleh warga.
"Dulu sebelum ada masjid ini kan masyarakat yang mau beribadah ke masjid jalannya agak jauh, jadi jarang warga sini yang ikut shalat berjamaah di masjid. Setelah berdiri masjid ini saya minta mereka lebih rajin datang dan ternyata cukup banyak yang datang," katanya.
Ia ingat satu pesan keluarga Yatimin saat mewakafkan masjid tersebut kepada masyarakat, yaitu tidak ingin masjid digunakan oleh pihak yang tidak mengenal tradisi Yasin dan Tahlil.
Pascamaraknya pemberitaan tersebut, dikatakannya, sejumlah kalangan mulai berdatangan ke masjid karena ingin mengetahui kejadian yang sebenarnya.
"Ada yang dari luar kabupaten, banyak juga yang dari Jogja dan Jawa Timur. Intinya mereka ingin membantu untuk menyelamatkan masjid ini," katanya.
Ia mengatakan saat ini sudah dibentuk kepanitiaan untuk mengumpulkan donasi dari para pihak yang ingin membantu menyelamatkan masjid dari sita bank.
"Sudah ada dana yang masuk, tetapi saya kurang tahu totalnya yang sudah terkumpul berapa. Harapan saya mudah-mudahan masjid bisa tetap digunakan warga," katanya.