Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo mengerahkan 40 personel untuk memadamkan api dalam kebakaran hutan dan lahan di wilayah Gunung Arjuno, Jawa Timur.
Kepala UPT Tahura Raden Soerjo, Ahmad Wahyudi, yang dihubungi dari Kota Malang, Sabtu, mengatakan hingga saat ini pihaknya masih belum bisa mengendalikan api yang berkobar, sehingga membutuhkan bantuan dari berbagai pihak terkait untuk upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan di gunung tersebut.
"Kami terjunkan kurang lebih 40 personel. Kami sangat butuhkan bantuan pemadaman, karena spektrumnya luas, dan dampaknya juga akan luas jika kebakaran tidak segera teratasi," kata dia.
Pihaknya juga telah melakukan komunikasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk memberikan gambaran bahwa upaya pemadaman api di Gunung Arjuno cukup sulit.
Pihak UPT Tahura Raden Soerjo juga mengharapkan adanya bantuan pemadaman api dari udara menggunakan helikopter pengebom air (water bombing). Pada Agustus 2019, telah dilakukan operasi tersebut saat terjadi karhutla yang menghanguskan lahan seluas 300 hektare.
"Kami mengharapkan bantuan (helikopter pengebom air, red.) tersebut, kami sudah berkomunikasi dengan BPBD untuk menggambarkan kesulitan kami dalam mengendalikan kebakaran saat ini," ujar Wahyudi.
Kebakaran di lereng Gunung Arjuno Blok Curah Sriti dan Blok Pusung Lembu, Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang terjadi sejak Kamis (10/10).
Kebakaran tersebut juga telah meluas ke Blok Candi Teleh, Desa Klampok, Kacamatan Singosari, dan Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
Kebakaran juga terjadi di lereng Gunung Welirang Blok Sawahan Gunung Ringgit, Desa Ledug, dan Blok Gumandar Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan.
Di Pegunungan Anjasmoro, kebakaran terjadi di wilayah Desa Gumeng, Ngembat, Begaganlimo, Kecamatan Gondang, dan Desa Jembul, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto.
Selama musim kemarau 2019, telah terjadi kebakaran hutan pada wilayah kerja Tahura Raden Soerjo kurang lebih 10 kali.
Kondisi tersebut akan mengancam kelestarian ekosistem hutan pegunungan dengan keanekaragaman hayati yang khas.
Apabila kerusakan terus berlanjut dan dengan datangnya musim penghujan maka ada potensi banjir dan longsor.