Kediri (ANTARA) - Pemerintah Kota Kediri, Jawa Timur, berencana membuat Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai upaya melindungi generasi muda dari bahaya rokok.
"Ini upaya dinas kesehatan melindungi masyarakat, perokok pasif agar tidak terus terpapar asap rokok, melindungi generasi muda. Tren perokok pemula terus meningkat," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Kediri Alfan Julianto di Kediri, Selasa.
Alfan dalam sosialisasi rancangan Perda Kota Kediri tentang KTR tersebut mengatakan dari pemantauan sejumlah remaja usia 10-18 tahun mulai terpapar rokok. Untuk itu, ia tidak ingin anak-anak tingkat sekolah dasar (SD), tingkat sekolah menengah pertama (SMP) terpapar asap rokok.
Data pengendalian tembakau di ASEAN mencatat sekitar 30 persen anak Indonesia mulai merokok sebelum usia 10 tahun. Bahkan, Indonesia diibaratkan asbak rokok raksasa.
Beberapa penyebabnya, anak meniru aktivitas yang dilakukan orang tuanya, anak-anak mendapatkan rokok sangat mudah, industri rokok sasar anak muda jadi perokok baru, Indonesia surga para perkokok baru, termasuk ASEAN larang iklan rokok kecuali di Indonesia.
Padahal, rokok memberikan dampak yang tidak baik bagi kesehatan, di mana lebih dari 8 juta orang diprediksi meninggal karena rokok pada 2030. Rokok adalah jerat kematian dan kemiskinan, serta makin tingginya perokok aktif usia dini di Indonesia.
Adanya perda ini, juga lebih menguatkan dari Perwali Nomor 18 Tahun 2018 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Rokok. Di perda yang akan dibahas ini dirancang banyak hal tentang aturan maupun tempat terkait dengan rokok.
Di Kota Kediri, tambah dia, dari sisi kesehatan terdapat laporan penyakit yang cukup tinggi adalah hipertensi dan jatung. Untuk hipertensi, datanya sekitar 60 persen. Salah satu penyebabnya, adalah perilaku merokok.
Dalam rancangan perda ini, sejumlah lokasi yang ditetapkan dalam KTR adalah tempat kerja, sarana pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, sarana olah raga, dan tempat umum.
Pihaknya mengakui, ada berbagai tantangan dalam membuat rancangan perda ini. Namun, pemerintah kota intensif melakukan dialog dengan masyarakat maupun dari pihak terkait lainnya untuk memberikan masukan dari rancangan perda ini.
Sementara itu, Hario Megatsari, dosen Unair Surabaya mengaku memberikan banyak masukan agar rancangan perda itu bisa selesai, seperti lokasi yang harus sesui dengan PP dan UU yang ada.
"Ketika kami review sudah sesuai, namun perlu ada tambahan. Terkait sanksi, jangan sampai memberatkan dan jangan sampai jadi bumereng. Kami juga utarakan edukasi perda ke publik," kata dia.
Ia menegaskan, di perda ini bukan berarti melarang orang untuk merokok, hanya memastikan kawasan tanpa asap rokok. Dalam waktu dekat, pihaknya ingin melakukan penelitian terkait kualitas udara di kota ini, guna meyakinkan DPR serta memberikan kesadaran pada masyarakat agar lebih baik.