Jakarta (ANTARA) - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyatakan seharusnya artis Vannesa Angel dijadikan sebagai "whistleblower" dalam membongkar sindikat prostitusi online di negeri ini.
Untuk itu, kata Pane, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) perlu melindungi Vannesa agar mau membongkar jaringan prostitusi online yang diduga melibatkan banyak pihak, mulai dari pengusaha, pejabat, dan oknum aparatur keamanan, termasuk perputaran uang di dalam bisnis haram itu.
Jika tidak segera dilindungi, IPW khawatir, Vannesa akan diteror, dikriminalisasi, dan bukan mustahil "dihabisi", mengingat sekarang saja Vannesa sudah tiga kali dilarikan ke rumah sakit, kata Pane dalam siaran persnya, Jumat.
Berkaitan dengan itu IPW mendesak LPSK segera melindungi Vannesa, begitu juga Komisi Nasional Perempuan, karena pihaknya mendapat informasi selama ditahanan Polda Jatim, Vannesa kerap diteror oknum tertentu hingga dia tertekan dan berniat bunuh diri, ungkap Pane.
IPW menduga Vannesa mengetahui jaringan besar prostitusi online yang melibatkan banyak tokoh, termasuk adanya penyanyi terkenal yang bertarif Rp300 juta sekali order.
Semula Polda Jatim sempat mengumumkan dan memaparkan foto-foto sejumlah wanita cantik dan artis yang dituding terlibat prostitusi online.
Sikap Polda Jatim ini sempat dikecam Kowani ke Mabes Polri hingga Mabes Polri mengeluarkan teguran ke Polda Jatim akibat prilakunya yang mengabaikan asas praduga tak bersalah tersebut.
Dan terbukti foto-foto wanita yang dipaparkan Polda Jatim itu sebagai artis yang terlibat prostitusi online, tidak ada satu pun yang diusut hingga kini, termasuk penyanyi terkenal yang bertarif Rp300 juta per malam, katanya.
Apakah Polda Jatim sekadar menebar kabar bohong dan hoax atau hanya untuk mencari sensasi dan pencitraan, ini menjadi tanda tanya. Kenapa Polda Jatim hanya memburu Vannesa dan cenderung melindungi artis yang lain. Apakah karena Vannesa tahu banyak, tentang siapa saja oknum pejabat dan oknum kepolisian yang jadi konsumen dalam prostitusi online ini, kata Pane.
IPW menyesalkan, dalam kasus pemberantasan perdagangan perempuan, terutama prostitusi online, Polda Jatim sebagai aparatur negara lebih cenderung memunculkan sensasi untuk menciptakan pencitraan, ketimbang mengusutnya secara tuntas atau menyelesaikan akar masalah kasus ini.
Bahkan dalam kasus Vannesa, katanya, artis ini dikriminalisasi dengan UU ITE Pasal 27 ayat 1, dengan ancam hukuman penjara selama 6 tahun, sementara sang mucikari yang menyebarkan foto Vannesa tidak dikenakan UU ITE Pasal 27 ayat 1.
Sejak awal Polda Jatim sudah memperlakukan Vannesa sedemikian rupa, padahal posisinya saat itu baru sebagai saksi, sementara lelaki konsumennya dan puluhan artis lain yang sempat ditunjukkan Polda Jatim fotonya di dalam jumpa pers, kini disembunyikan dengan rapi. Ada apa dengan Polda Jatim, kata Pane. (*)