Surabaya (Antaranews Jatim) - Pagi terasa tenang pada hari Minggu, 13 Mei 2018. Lalu lintas terlihat lengang di berbagai penjuru jalanan Kota Surabaya, Jawa Timur. Sejuknya mentari di pagi hari itu tak terusik oleh asap knalpot yang pada setiap hari Minggu jumlah kendaraan yang melintas memang tidak sepadat seperti hari-hari aktif kerja.
Hingga kemudian bom meledak di tiga tempat ibadah dalam waktu yang hampir bersamaan. Suasana Kota Surabaya yang semula hangat pun berubah menjadi kekacauan.
Raungan suara ambulans yang berdatangan ke tiga lokasi ledakan mengusik ketenangan warga Kota Surabaya. Pesan singkat di media sosial secara berantai mengabarkan kengerian yang terjadi di tiga lokasi. Foto-fotonya dalam hitungan detik menyebar ke berbagai penjuru dunia, mengundang wartawan dari berbagai negara berdatangan ke Kota Surabaya.
Rilis awal dari Kepolisian Daerah Jawa Timur menyebut serangan bom bunuh diri pagi itu meledak di tiga lokasi tempat ibadah di Kota Surabaya, masing-masing adalah Gereja Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jemaat Sawahan Kota Surabaya. Puluhan korban berjatuhan, beberapa di antaranya meninggal dunia.
Pelaku bom bunuh diri di tiga tempat itu dipastikan seluruhnya adalah enam orang yang diketahui berasal dari satu keluarga, yaitu Dita Upriyanto (48), istrinya Puji Kuswati (43), yang mengajak empat anaknya Yusuf Fadil (18), Firman Halim (16), Fadilah Sari (12), dan Pamela Rizkita (9).
Presiden Joko Widodo segera membatalkan dua agenda kerjanya di Jakarta dan segera bertolak ke Surabaya. Dia mengutuk aksi terorisme yang pelakunya mengajak anak-anak kandungnya.
"Tindakan terorisme kali ini sungguh biadab dan di luar batas kemanusiaan yang menimbulkan korban anggota masyarakat, anggota kepolisian, dan juga anak-anak yang tidak berdosa," kecamnya.
Presiden yang datang ke Surabaya didampingi Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Menko Polhukam Wiranto, Kepala BIN Budi Gunawan dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menegaskan bahwa terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan tidak ada kaitannya dengan agama apapun.
"Semua ajaran agama menolak terorisme dengan alasan apapun," tegasnya.
Kapolri Tito Karnavian menambahkan bahwa keluarga yang menjadi pelaku bom bunuh diri di tiga tempat ibadah di Surabaya ini baru saja datang dari Suriah dan merupakan simpatisan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) dari jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT).
Dalam pembagian tugasnya, Dita Upriyanto adalah pengemudi mobil Avanza yang di dalamnya berisi bom menabrak GPPS Jemaat Sawahan Surabaya. Sebelum menjelankan aksinya, Dita menurunkan istrinya Puji Kuswati dan dua anak perempuannya yang masih kecil, Fadilah Sari dan Pamela Rizkita, yang masing-masing telah melilitkan bom di pinggangnya dan kemudian meledakkan diri di GKI Jalan Diponegoro Surabaya.
Sedangkan dua anak kandung pasangan Dita dan Puji yang beranjak remaja, Yusuf Fadil dan Firman Halim, mengendarai sepeda motor berboncengan sambil salah satunya memangku bom meledakkan diri di Gereja Santa Maria Tak Bercela Surabaya.
Polisi Bergerak Cepat
Belum reda keresahan warga Kota Surabaya atas bom bunuh diri yang terjadi di tiga tempat ibadah pada 13 Mei 2018, malam harinya bom kembali meledak di sebuah Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Wonocolo, kawasan Sepanjang, Sidoarjo, Jawa Timur.
Ledakan yang diketahui bersumber dari Blok B di lantai 5 itu terdengar hingga lima kali. Polisi yang segera mendatangi lokasi setelah ledakan pertama menemukan penghuninya, Anton Febrianto, sedang memegang alat pemicu bom. Polisi langsung menembaknya karena dirasa membahayakan saat hendak diamankan.
Sedangkan istri Anton, Puspitasari, beserta anak tertuanya, Hilta Aulia Rahman, dilaporkan tewas akibat ledakan bom di Rusunawa tersebut. Tiga anak kandung Anton lainnya yang terluka segera dilarikan ke Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang, Sidoarjo.
Keesokan harinya, Senin pagi, 14 Mei 2018, adalah kejadian yang paling memukul seluruh warga Kota Surabaya. Sekeluarga yang teridiri dari Tri Murtiono (50), berboncengan dengan istrinya Tri Ernawati (43), serta membawa putri bungsunya yang masih balita berinisial AAP, serta dua putranya yang beranjak remaja berinisial MDA (19) membawa sepeda motor sendiri yang berboncengan denga adiknya MDS (15), meledakkan diri di Markas Polrestabes Surabaya.
Tidak ada korban jiwa dari kalangan warga sipil dalam kejadian tersebut. Selain itu putri bungsupelaku, AAP, yang masih berusia 6 tahun, berhasil diselamatkan.
Kepolisian bergerak cepat pascaterjadi serangkaian bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo pada 13 - 14 Mei dan berhasil mengidentifikasi para pelaku yang seluruhnya dipastikan terkait dengan jaringan terorisme kelompok JAD.
Saat memberi sambutan dalam kegiatan Safari Ramadhan di Markas Polrestabes Surabaya pada 31 Mei 2018, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan telah meringkus 41 terduga teroris yang turut merencanakan serangan terorisme di Surabaya dan Sidoarjo tersebut.
"Empat orang di antaranya ditembak mati karena berupaya melawan aparat saat hendak ditangkap," katanya. Selain itu, satu lagi terduga teroris asal Probolinggo, Jawa Timur, menyerahkan diri di kepolisian resor setempat karena hidupnya tidak tenang dan merasa dikejar-kejar.
Jenderal Tito mengungkapkan kecepatan kerja Polri dalam menangani serangkaian bom bunuh diri yang menyerang sejumlah tempat di Kota Surabaya dan Sidoarjo itu dilakukan untuk memberi rasa aman kepada masyarakat.
"Ada beberapa pelajaran yang kita petik dari serangan terorisme di Kota Surabaya dan Sidoarjo. Pertama, betapa kota kita yang indah seperti Surabaya ini ternyata tidak lepas dari incaran terorisme. Kedua, terorisme kini telah melibatkan keluarga, termasuk ibu dan anak-anaknya," ucapnya.
Jenderal Tito menandaskan, pelajaran yang dipetik dari peristiwa tersebut bukan cuma soal bagaimana kepolisian harus berpikir untuk bisa mengungkap dan menangkaap para pelakunya, melainkan harus punya strategi pencegahan agar ke depan tidak terjadi lagi.
Serangkaian bom bunuh diri di sejumlah tempat di Kota Surabaya dan Sidoarjo yang dilancarkan oleh tiga keluarga itu seluruhnya menewaskan 13 pelaku. Dari kalangan warga sipil terdata 14 korban tewas, selain 42 lainnya mengalami luka-luka.
Jaga Surabaya Aman
Serangkaian serangan bom bunuh diri di Kota Surabaya dan Sidoarjo pada 13 - 14 Mei lalu terjadi di tengah upaya Polrestabes Surabaya mengamankan Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur (Pilkada) Jatim 2018.
Kombes Pol Rudi Setiawan sejak awal resmi menjabat Kapolrestabes Surabaya pada 13 November 2017 telah bertekad untuk menjadikan Kota Surabaya yang aman dan kondusif, khususnya saat Pilkada Jatim 2018 digelar.
Karena Kota Surabaya merupakan barometer utama keamanan dan ketertiban di wilayah Jawa Timur dan Indonesia bagian Timur. Maka terciptanya Pilkada Jatim damai di wilayah Surabaya, lanjut dia, mempengaruhi situasi keamanan dan ketertiban di wilayah Jawa Timur.
Salah satu upayanya adalah dengan menggandeng semua elemen dan tokoh masyarakat untuk mengajak agar bersama-sama menciptakan Kota Surabaya yang aman.
Bahkan untuk untuk menyukseskan pelaksanaan Pilkada Jatim 2018 yang aman dan damai, dia merilis video klip berisi rekaman dirinya pada 4 April 2018, yang disebarluaskan kepada masyarakat melalui media sosial dengan menyanyikan lagu "Rek Ayo Rek, Jogo Suroboyo Aman".
Penggalan lirik "Jogo Suroboyo Aman" yang sempat diviralkan melalui video klip dalam lagu tersebut, terlebih pascakejadian serangan bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo pada 13 - 14 Mei 2018, selanjutnya terus didengungdengungkan setiap kali Kapolrestabes Surabaya bertemu dengan berbagai lapisan elemen masyarakat.
Mantan Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Sumatera Selatan itu sadar betul kepolisian tidak bisa bekerja sendirian menciptakan Kota Surabaya yang aman dan kondusif tanpa peran serta dan dukungan dari berbagai elemen masyarakat.
Dari ajakan "Jogo Suroboyo Aman" itu pula segenap warga Kota Surabaya bangkit dari serangan terorisme bom bunuh diri yang terjadi pada 13 - 14 Mei lalu.
Bagi dia ajakan "Jogo Suroboyo Aman" tak hanya sekadar slogan, melainkan harus diwujudkan bersama seluruh lapisan masyarakat Kota Surabaya untuk melawan aksi terorisme dan radikalisme.
Belum lama lalu, pada 2 Desember 2018, Polrestabes Surabaya mendapat dukungan dari elemen masyarakat saat dengan tegas mengusir ratusan massa mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Papua yang datang dari berbagai daerah, setelah sehari sebelumnya menggelar aksi yang diduga bermuatan radikal di Kota Surabaya.
"Peran kami adalah menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah hukum Kota Surabaya. Kami tidak ada kompromi. Setiap ada pergerakan yang datang mengancam ketertiban dan keamanan Kota Surabaya harus kami bubarkan," tegasnya. (*)
Catatan Akhir Tahun - "Jaga Surabaya" tak Cuma Slogan
Sabtu, 15 Desember 2018 19:06 WIB
Ajakan "Jogo Suroboyo Aman" tak hanya sekadar slogan, melainkan harus diwujudkan bersama seluruh lapisan masyarakat Kota Surabaya untuk melawan aksi terorisme dan radikalisme