Kediri (Antaranews Jatim) - Kapolres Kota Kediri AKBP Anthon Haryadi mengingatkan bahaya hoaks yang disebarkan orang tidak bertanggung jawab yang disebarkan lewat jejaring sosial, sebab dampaknya bisa merugikan orang lain.
"Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Ini dampaknya luar biasa, bahkan di India isu agama bisa menjadi kerusuhan dan kendaraan politik," katanya di Kediri, Jatim, Rabu.
Kapolresta dalam acara diskusi dengan tema "Jangan ngawur di medsos" yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri itu, mengaku prihatin dengan beragam hoaks yang banyak bertebaran di jejaring sosial.
Namun, polisi juga sigap dengan intensif melakukan patroli di dunia maya. Hal itu memastikan, agar beragam isu hoaks bisa diselidiki lebih serius serta mengungkap jaringannya.
Ia menyebut, polisi berhasil mengungkap jaringan yang menyebarkan hoaks misalnya sindikat Saracen, yang menyebarkan isu suku, agama, ras, antargolongan (SARA).
Selain itu, juga diungkap MCA yang juga menyebarkan hoaks. Sindikat ini menyebarkan isu yang tidak benar, sehingga orang terprovokasi dan terpengaruh dengan beragam isu tersebut.
Kapolrest juga mengungkapkan, Polresta Kediri juga pernah menangani kasus tentang hoaks, yang beredar lewat jejaring sosial "WhatsApp", yang memberitahukan adanya orang yang berniat mencari kiai di PP Al-Falah, Desa Ploos, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, dan hendak mengancamnya.
Namun, setelah dilakukan penyelidikan, informasi tersebut tidak benar. Orang yang melapor bahwa dirinya menjadi korban, ternyata mengakui jika informasi yang diberikan pada polisi palsu. Dengan itu, polisi akhirnya mengeluarkan SP3 perkara dugaan penyerangan kiai tersebut, namun untuk kasus yang ITE masih ditangani Polda Jatim.
Kapolresta mengingatkan bahaya hoaks tersebut. Ia meminta masyarakat tidak percaya begitu saja jika ada informasi, dan dianjurkan melakukan klarifikasi kebenaran dari kabar yang diterima itu.
"Tipsnya tidak `menshare` dan klarifikasi dulu benar atau tidak, misalnya, tentang masalah kesehatan katanya bisa terkena kanker, bisa tanya saja ke dokter. Hoaks banyak, tapi yang jadi perhatian, yang seksi SARA," ucap Kapolresta.
Ia juga menambahkan, polisi juga melakukan beragam langkah antisipasi terjadinya gangguan ketentraman dan ketertiban di masyarakat. Di Kediri, kasus yang paling banyak ditangani adalah peredaran minuman keras dan narkoba.
Pada 2016, ada 889 kasus, dan pada 2017 ada 963 kasus. Dari jumlah kasus 2017 itu, 963 ada minuman keras yang ditangani 486 kasus, narkoba 96 kasus, dan sisanya kriminal lain. Walaupun ada peningkatan kasus, Kapolres memastikan Kota Kediri aman.
Ia menyebut, peningkatan karena anggota yang aktif patroli, demi mencegah terjadinya gangguan ketentraman dan ketertiban. Dampak mengonsumsi minuman keras selama ini banyak yang negatif, merugikan orang lain, sehingga aparat sering razia.
Sementara itu, Ika Ningtyas dari AJI Indonesia mengatakan informasi hoaks sebenarnya sudah ada sejak dulu, namun, karena saat ini teknologi semakin maju informasi itu cepat beredar.
"Hoaks itu artinya tidak benar, bohong. Di era digital, telepon seluler, daring, itu sekarang `Makanan` kedua kita. Indonesia pengguna daring terbesar kedua dan ini bahaya jika informasi disunting, dipotong beredar di daring," kata dia.
Ia juga meminta agar masyarakat tidak percaya begitu saja dengan informasi yang diterima dan menekankan untuk konfirmasi terlebih dahulu. Jika memang tidak bisa dipertanggungjawabkan, seharusnya informasi itu tidak dibagikan, terlebih lagi ke jejaring sosial.
Acara itu dihadiri oleh Kapolresta Kediri dan jajarannya, sejumlah tamu undangan baik dari Pemkot Kediri, Pemkab Kediri, PT Gudang Garam, Tbk, dan sejumlah mahasiswa maupun admin media sosial di Kota Kediri. (*)