Jember (Antaranews Jatim) - Universitas Jember (Unej) mengevaluasi program mitigasi berbasis lahan di kawasan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) dengan menggelar "Focus Group Discussion" (FGD) bersama dengan petani, TNMB, dan pihak pemerintah desa di Balai Desa Wonoasri, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis.
Koordinator Program Mitigasi Berbasis Lahan yang juga Wakil Rektor II Unej Wachju Subchan di Jember mengatakan program mitigasi berbasis lahan yang dilaksanakan sejak Maret 2017 telah memasuki salah satu tahapan penting, yakni penanaman bibit pohon di lahan rehabilitasi seluas 255 hektare di kawasan TNMB.
"Pada September 2017, tim peneliti Unej membagikan 92.324 bibit pohon durian, langsep, pakem, dan kemiri kepada para petani penggarap secara bertahap dengan harapan petani dapat menjaga tanaman tersebut hingga pada saatnya nanti panen tiba dan petani pula yang mengambil hasilnya," katanya.
Selama menunggu panen, lanjut dia, petani juga diberikan bibit tanaman cabai jawa, dan tanaman obat lainnya yang dapat diolah menjadi berbagai produk yang dapat dijual.
"Targetnya, program yang didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bappenas, ICCTF, USAID serta TNMB itu mampu mengembalikan kondisi lahan seperti semula, sekaligus memberikan bekal keterampilan bagi petani di Desa Wonoasri, Kecamatan Tempurejo agar mandiri sehingga tidak lagi merambah hutan," tuturnya.
Sementara Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Ambulu Agus Setyabudi mengaku agak kecewa dengan para petani yang menggarap lahan tersebut karena jumlah bibit pohon yang diberikan tidak sama dengan jumlah pohon yang ditanam.
"Dari hasil pengecekan di lapangan, masih banyak bibit pohon yang tidak diketahui rimbanya. Bisa jadi karena mati, ditanam di lahan lain atau malah hilang," katanya.
Ia menduga masih ada keengganan sebagian kecil kalangan petani untuk menanami kembali lahan rehabilitasi karena merasa peluang untuk menggarap lahan dengan menanami jagung atau padi gogo akan menipis.
"Petani merasa sumber penghidupannya akan habis jika program itu berjalan, padahal selama penanaman bibit tanaman pokok, mereka diberikan bibit cabai jawa yang dapat dimanfaatkan dan buahnya juga untuk petani pada saat panen nanti," tuturnya.
Unej juga sudah memberikan berbagai pelatihan yang diharapkan menjadi sumber penghasilan bagi para petani penggarap lahan, tetapi memang perlu waktu untuk menuai hasilnya.
"Kami harus jujur dengan terbatasnya sumber daya manusia karena tidak mungkin mengawasi lahan seluas 255 hektare itu tanpa kerja sama dengan petani penggarap," ujarnya.
Salah satu peneliti Unej Hari Sulistyo mengatakan program Mitigasi Berbasis Lahan itu bertujuan meminimalkan bencana seperti banjir karena satu pohon berukuran 30 hingga 50 centimeter saja mampu menyerap dan menyediakan air di tanah sekitar 19 liter atau satu galon.
"Bahkan pohon yang sudah besar mampu menyerap air hingga 60 galon. Jadi, bisa dibayangkan jika hutan gundul maka tidak ada lagi yang menahan dan menyerap air hingga banjir pun tidak terelakkan lagi," ucap dosen Program Studi Biologi Fakulktas MIPA Unej itu.
Setiap bibit pohon yang diberikan kepada petani, lanjut dia, harus didata sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pemberi dana, pendataan berfungsi untuk mengetahui berapa jumlah serapan karbondioksida.
"Jika semua bibit pohon diberikan kepada petani dan ditanam dengan baik maka kami perkirakan mampu menyerap 1,6 juta ton karbondioksida, sementara target untuk Jawa Timur sendiri untuk tahun ini adalah mampu menyerap 6 juta ton karbondioksida sehingga rehabilitasi lahan di TNMB memang krusial," katanya.
Untuk mengatasi masalah itu, para peneliti Unej bekerja sama dengan Taman Nasional Meru Betiri akan mengintensifkan komunikasi dengan para petani melalui berbagai cara, salah satunya dengan pertemuan rutin dengan petani. *