Banyuwangi (Antara Jatim) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggandeng Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI) menggelar pelatihan kewirausahaan untuk petani kopi se-Jawa Timur di Glen Nevis Gunung Terong, Kabupaten Banyuwangi, 28-29 Oktober 2017.
Sekitar 50 petani kopi yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Jawa Timur diberikan pelatihan mulai dari memilih dan menanam bibit kopi yang bagus, hingga pengelolaan pascapanen kopi.
"Para petani muda yang ingin membuka kedai kopi di desa akan diajari teknik roasting, metode cuping dan uji mutu kopi, manual brewing, hingga membuat kopi enak dengan standar barista," kata Direktur Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan dan Hutan Adat KLHK Hargyono Soemadi di Banyuwangi, Minggu.
Ia menuturkan pelatihan kewirausahaan dimaksudkan agar petani paham pengelolaan kopi dari hulu sampai hilir dan pelatihan di Glen Nevis Gunung Terong Kabupaten Banyuwangi merupakan yang kedua, setelah sebelumnya kegiatan serupa digelar di Bandung, 14-15 Oktober 2017.
"Kegiatan itu juga untuk meningkatkan wawasan dan menyadarkan mereka bahwa menanam kopi bagus untuk lingkungan, serta meningkatkan jaringan mereka mengenai informasi cara meningkatkan kualitas dan kuantitas kopi," katanya.
Para petani juga diperkenalkan agroforestri kopi, pengoptimalan lahan hutan dengan menanam kopi diantara pohon hutan untuk untuk kelestarian hutan.
"Tagline kami 'coffee for earth', yakni kopi untuk bumi, dimana falsafahnya kopi sangat bersahabat dalam pelestarian hutan karena akar kopi yang tembus ke tanah hingga 3 meter, dapat menyimpan cadangan air, dan penyerapan emisinya tinggi," ujarnya.
Sementara Ketua Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI) A. Syafrudin mengaku kaget melihat respon petani kopi di Jember dan Banyuwangi dalam pelatihan itu karena dari 30 petani yang diundang, jumlah yang hadir hingga 50 orang petani dan itu luar biasa karena antusiasme mereka untuk belajar hal-hal baru sangat tinggi.
"Di wilayah Jember dan Banyuwangi tercatat ada 10 ribu petani kopi yang secara sporadis mengelola lahan seluas 13 ribu hektare dan mereka menanam kopi di lahan-lahan miliki Perhutani," katanya.
Selain diajarkan bagaimana melestarikan hutan, lanjut dia, para petani juga diberi gambaran tentang kualitas kopi dan bagaimana mengelolanya, sehingga mereka diberitahu bagaimana menghasilkan kopi dengan kualitas terbaik.
"Hambatan yang dihadapi para petani adalah akses mendapatkan informasi tentang tata kelola kopi karena tim penyuluh tidak sampai ke bawah," ujarnya.
Dengan pelatihan itu, lanjut dia, para petani mendapat nilai tambah yakni meningkatkan kualitas kopi sehingga harga kopi pun meningkat. Kalau sekarang harga kopi mereka ditaksir dengan harga dibawah Rp20 ribu per kilogram, maka ketika kualitas meningkat harga bisa naik diatas Rp30 ribu per kilogram.
Ia mengatakan Indonesia memiliki 1,3 juta hektare lahan kopi yang sama luasnya dengan Brasil, namun masalah utama petani kopi Indonesi yakni meningkatkan kualitas kopi dan Brasil panennya bisa 3 kali lipat lebih dari yang dihasilkan Indonesia.
"Petani Indonesia bisa sampai ke sana, asal betul-betul serius untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kopi Indonesia. Ke depan, kami ingin kualitas kopi meningkat, baik untuk konsumsi sendiri maupun tujuan ekspor karena kami ingin setiap petani bisa hidup lebih baik," tuturnya.(*)