Tulungagung (Antara Jatim) - Nelayan sekitar Pelabuhan Teluk Popoh, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Minggu menggelar ritual labuh laut Sembonyo sebagai tradisi perayaan tahun baru Islam di bulan Muharam 1439 H periode sasi (bulan) Suro berdasar penanggalan Jawa.
Dalam tradisi pesisir masyarakat Jawa kuno yang masih diyakini hingga sekarang, ritual labuh laut atau sedekah laut itu menjadi perwujudan rasa syukur dan penerimaan atas limpahan berkah sekaligus simbol harapan akan hasil tangkapan selama musim panen ikan.
"Ini adalah bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmatnya kepada para nelayan, sehingga diberikan kesehatan, keselamatan serta hasil tangkapan ikan yang melimpah," kata Kepala Desa Besole, Kecamatan Besuki Suratman di Tulungagung.
Berbeda dengan ritual labuh laut pada masa awal masa pembentukan tradisi yang dilakoni nelayan pesisir Pantai Popoh puluhan/ratusan tahun silam yang masih kental nuansa "kejawen", kegiatan larungan pada era modern sudah banyak selipan budaya Islam meski keseluruhan acara masih mengikuti tradisi aslinya.
Menurut warga dan panitia penyelenggara, akulturasi budaya "kejawen" yang awalnya dekat dengan budaya Hindu dengan tambahan doa maupun sambutan bernuansa Islam karena mayoritas warga setempat memang beragama Islam.
"Namun tradisi ini masih kuat sehingga wujud syukur itu kami lakukan dengan adat budaya daerah namun dengan iringan doa secara Islam," tutur Yanto, warga setempat.
Seremoni labuh laut itu sendiri berlangsung riuh dengan datangnya ratusan warga dan wisatawan mengikuti seluruh rangkaian labuh sembonyo tersebut.
Gunungan yang berisi aneka hasil bumi dan buah-buahan menjadi rebutan ratusan warga yang berada di sekitar pelabuhan. Aksi rebutan tumpeng hasil bumi inilah yang selalu menjadi favorit para pengunjung.
Selain tumpeng besar, sesaji lain yang dibentuk menyerupai perahu ditarik ke tengah laut untuk dilarung bersama-sama.
Ratusan nelayan dan warga mengikuti prosesi larung sesaji tersebut hingga ke tengah.
Kata Suratman, tradisi sedekah laut tersebut rutin digelar oleh para nelayan di wilayahnya setiap bulan Suro dalam penanggalan Jawa yang bersamaan dengan datangnya tahun baru Islam di bulan Muharam.
"Labuh laut semacam ini telah dilakukan secara turun-temurun oleh nenek-moyang kami sejak ratusan tahun silam," tutur Suratman.
Sementara, Bupati Tulungagung Syahri Mulyo yang turut hadir mengikuti rangkaian labuh laut berharap agar tradisi tersebut tetap terus dijaga kelestariannya.
"Selain menjadi adat nelayan, kegiatan ini juga menjadi daya tarik wisata di kawasan Pantai Popoh," ujar Syahri.
Ia mengatakan, Pantai Popoh merupakan wisata favorit sejak era 1970-an, sehingga jangan sampai kalah dengan pantai-pantai baru yang ada di sekitarnya. Salah satu caranya adalah melestarikan adat seperti ini dan menambah wahana maupun pementasan seni lainnya, kata Syahri.
Menurutnya, pemerintah akan berusaha semaksimal mungkin untuk membangkitkan kembali tingkat kunjungan wisata di pesisir selatan Tulungagung ini.
Untuk memperkuat hal tersebut, kata dia, rencananya Pemkab Tulungagung akan mengalihkan pengelolaan Pantai Popoh dari perusahaan daerah ke dinas pariwisata.
"Saya minta ada redesain lagi pantai ini, dulu waktu saya masih kecil ketika ke Popoh masih bisa melihat pasir laut, tapi sekarang tidak ada lagi. Tentu ini butuh inovasi, mungkin ditambah speedboat atau bananaboat agar lebih menarik," ujarnya.(*)
Suroan, Nelayan Popoh Tulungagung Gelar Labuh Sembonyo
Minggu, 8 Oktober 2017 18:36 WIB
"Labuh laut semacam ini telah dilakukan secara turun-temurun oleh nenek-moyang kami sejak ratusan tahun silam," tutur Suratman.