Surabaya (Antara Jatim) - Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mencatat tingkat kesejahteraan petani pada Agustus 2017 di wilayah itu naik, karena Nilai Tukar Petani (NTP) setempat naik 1,43 persen, dari awalnya 103,91 poin menjadi 105,40 poin.
Kepala BPS Jatim, Teguh Pramono dalam keterangan persnya di Surabaya, Senin mengatakan kenaikan NTP disebabkan indeks harga yang diterima petani (It) mengalami kenaikan, sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib) mengalami penurunan.
Ia menyebutkan, pada Agustus 2017, semua sub sektor pertanian mengalami kenaikan NTP dibanding Juli 2017, dan terbesar terjadi pada sub sektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 2,66 persen dari 99,30 poin menjadi 101,94 poin, diikuti sub sektor peternakan sebesar 2,02 persen dari 110,26 menjadi 112,49.
Selain itu, kata dia, sub sektor tanaman pangan sebesar 1,15 persen dari 101,20 menjadi 102,37, sub sektor perikanan sebesar 0,97 persen dari 109,83 menjadi 110,89, dan sub sektor hortikultura sebesar 0,16 persen dari 102,24 menjadi 102,41.
Akibat kenaikan sub sektor itu, indeks harga yang diterima petani terimbas naik 1,12 persen dibanding bulan Juli 2017, yaitu dari 135,27 poin menjadi 136,78 poin, dan disebabkan naiknya indeks harga yang diterima petani.
Teguh menjelaskan, pada Agustus 2017 tercatat sepuluh komoditas utama yang mendorong kenaikan indeks harga yang diterima petani yaitu tembakau, sapi potong, gabah, ikan nila, udang, buah apel, nilam, teri, kopi, dan kol/kubis.
Sedangkan sepuluh komoditas utama yang menghambat kenaikan indeks harga yang diterima petani meliputi bawang merah, ikan layang, cabai rawit, rumput laut, jagung, cengkeh, ikan cakalang, ikan kuniran, tongkol, dan kapuk.
Di tempat terpisah, Bupati Lamongan Fadeli mengaku terus berupaya mendorong kenaikan NTP wilayah setempat, karena NTP merupakan gambaran tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari kemampuan daya beli petani untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan proses produksi pertanian selanjutnya.
"Salah satu cara yang kamikembangkan adalah pertanian jagung modern. Upaya ini sudah mulai menunjukkan hasil dengan naiknya produktivitas yang pada 2015 hanya berkisar antara 5 hingga 6 ton per hektar, menjadi 8 hingga 10 ton per hektar," katanya.
Fadeli menyebut, pertanian jagung modern di Lamongan akan terus dikembangkan untuk meningkatkan nilai tukar atau pendapatan petani, karena pengembangan jagung modern terbukti menaikkan produktivitas.
Sementara itu, pada 2017 pengembangan jagung modern di Lamongan terus diperluas menjadi 12 ribu hektar di 12 kecamatan, di antaranya di Kecamatan Solokuro, Paciran, Brondong, Laren, Kedungpring, Sugio, Modo, Mantup, Sambeng, Ngimbang, Sukorame dan Bluluk.
"Kami harap, dengan pertanian jagung modern produksi jagung di Lamongan pada 2017 menembus angka 500 ribu ton lebih, dari angka 372 ribu ton pada 2016, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan petani yang dapat dilihat dari naiknya NTP," katanya.(*)