Jember (Antara Jatim) - Pengamat hukum Universitas Jember Dr Nurul Ghufron menilai pengajuan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh mengintervensi proses hukum perkara yang ditangani lembaga antirasuah tersebut.
"KPK tidak usah alergi dengan angket, sampaikan saja apa yang harus dijelaskan, namun harus tetap menjaga kerahasiaan proses hukum kasus korupsi KTP elektronik yang sedang dilaksanakan," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu.
Menurutnya KPK harus tetap menjaga kerahasiaan berita acara perkara (BAP) penyidikan KTP elektronik sampai menjadi berkas publik yakni saat dakwaan, sehingga lembaga antirasuah harus berani tegas menolak karena materi penyidikan dijamin dan dilindungi kerahasiaannya oleh hukum.
"Kalau dalam materi hak angket yang diajukan oleh anggota DPR itu sebatas tentang pelaksanaan undang-undang oleh KPK dalam penyelidikan dan penuntutan itu boleh-boleh saja, namun kalau sudah masuk dalam materi hasil penyidikan dan penuntutan, maka hal itu sebagai bentuk intervensi hukum," tuturnya.
Dalam hak angket itu, lanjut dia, DPR juga harus mampu menunjukkan sebagai lembaga kontrol yang melakukan pengawasan dengan profesional dan tidak untuk menghambat proses hukum atau mempolitisasi perkara yang sedang disidik oleh KPK.
"Warga berharap ini menjadi pembelajaran proses demokrasi sesuai aturan sebagai wujud supremasi hukum, sehingga ke depan kita mampu menampilkan relasi yang bagus antarlembaga negara, sekaligus menjaga marwah dan kepercayaan warga kepada KPK dalam menegakkan hukum pemberantasan korupsi," katanya.
Apabila sebaliknya yg terjadi secara politik, lanjut dia, maka akan semakin menghancurkan kepercayaan warga kepada DPR dan gelombang dukungan kepada lembaga antirasuah akan semakin kuat.
"Sebenarnya saat ini kepercayaan warga kepada DPR berada pada titik nadir, sehingga seharusnya DPR menggunakan momentum penting ini untuk mengambil hati rakyat dan bukan sebaliknya," ucap Nurul Ghufron yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember itu.
Ia menilai hak angket juga merupakan bentuk pelemahan terhadap lembaga antirasuah itu, apabila motif pengajuan hak angket tersebut menghambat kasus megakorupsi KTP elektronik.
"Sebagai suatu prosedur, saya tidak menolak hak angket KPK asalkan substansinya benar, tapi kalau motifnya menghambat pemberantasan korupsi KTP elektronik, maka harus ditolak," ujarnya.
Sebelumnya, rapat Paripurna DPR menyetujui penggunaan hak angket terkait pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi yang diatur dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK di Jakarta, Kamis (27/4).
Hak angket itu untuk mendesak KPK membuka rekaman BAP tersangka pemberi keterangan KTP elektronik Miryam S. Haryani.
Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dan KPK sempat terjadi perdebatan alot karena DPR mendesak KPK membuka rekaman BAP Miryam yang menyebutkan enam anggota Komisi III yang menekan dia saat bersaksi pada sidang kasus korupsi KTP elektronik.
Namun, KPK menolak permintaan DPR hingga akhirnya Komisi III menggulirkan dan membentuk panitia khusus hak angket untuk mendapatkan rekaman BAP tersebut.(*)