Banyuwangi (Antara Jatim) - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menargetkan 200 hektare sawah untuk tanaman padi organik pada 2020 atau dengan pembukaan sawah 25 hektare per tahun.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas di Banyuwangi, Senin mengatakan, pengembangan pertanian organik itu dilakukan untuk memberi nilai tambah yang bisa memberikan penghasilan yang lebih baik bagi petani di daerahnya.
"Tidak mudah untuk mendorong pengembangan pertanian organik, karena sudah terlalu lama kita pakai pendekatan pupuk kimia. Nah, ini coba kami tanamkan ke petani bahwa peluang bisnis organik sangat besar. Dapat duitnya bisa lebih gede," katanya saat menghadiri panen raya padi organik di Desa Kalibaru Wetan, Kecamatan Kalibaru.
Anas menjelaskan saat ini sudah terdapat tiga kelompok tani yang telah mendapat sertifikasi sebagai produsen beras organik. Produk organik itu dipasok ke sejumlah daerah, bahkan hingga tembus pasar luar negeri, seperti China, Amerika Serikat, Qatar dan Belanda.
Menurut dia, luas sawah padi organik pada tahun 2017 mencapai 110 hektare yang tersebar di sejumlah kecamatan, seperti Kalibaru, Glenmore, Genteng, Sempu, Singojuruh, Songgon, Kabat, dan Licin.
"Luasan itu naik 30 hektare dibanding tahun lalu, yang baru 80 hektare. Ini sangat menggembirakan, karena berarti petani mulai sadar kelebihan pertanian organik. Selain hayati persawahan terjaga lewat pertanian organik, secara nilai juga lebih bagus karena harganya lebih mahal," kata Anas.
Mendukung kelompok tani yang mengembangkan beras organik, Pemkab Banyuwangi telah mengucurkan bantuan, mulai dari alat tanam padi, mini combine harvester, traktor tangan, pompa air, power trasher, pupuk dan pemberantas hama organik serta bantuan alat pencacah pupuk organik (APPO), lahan percobaan, hingga membuka sekolah lapang bagi para petani.
Terkait panen raya padi organik di lahan seluas 20 hektare di Desa Kalibaru Wetan itu dinilai memang cukup istimewa. Selain hasil penanaman organik, prosesnya dilakukan mekanisasi. Mulai penanaman bibit padi, hingga panen padi menggunakan mesin panen.
Anas pun menyadari bahwa mekanisasi pertanian ini di satu sisi menguntungkan, namun juga menimbulkan tantangan lain, yaitu penyerapan tenaga kerja yang minim.
"Salah satu solusinya adalah mengembangkan agrowisata. Seperti peluang membuka usaha kuliner organik di sekitar lokasi wisata atau mengajak wisatawan terjun ke sawah seperti yang sudah dilakukan beberapa kelompok di Banyuwangi," ujar dia.
Salah satu kelompok tani yang mengembangkan beras organik adalah Kelompok Tani Ketangi Santoso. Ketua kelompok tani tersebut, Mawardi mengatakan pengembangan padi organik cukup mudah dilakukan jika dibandingkan dengan nonorganik.
Mawardi bersama enam petani lain mulai beralih ke organik sejak 1,5 tahun setelah mendengar keunggulan pertanian nonkimia itu.
"Biaya produksinya untuk organik ini tidak mahal. Kami saat ini pakai bibit jenis baru, M400, perbatang bisa mencapai 400 bulir. Hasil panen kami juga dihargai 30 persen lebih mahal dibanding nonorganik. Jadi sangat menguntungkan," katanya.
Dia menambahkan ini merupakan pertama kalinya panen bibit jenis M400. Dengan menggunakan bibit ini, satu hektare bisa menghasilkan 7,7 ton gabah. Bahkan apabila dalam kondisi iklim yang normal bisa mencapai 12 ton, sehingga bagi petani dinilai lebih menguntungkan.
"Kami ingin menjadi desa organik. Sekarang memang baru 20 hektare yang tergabung, namun saya akan terus mengajak petani lain untuk mengembangkan," ujarnya.(*)
Banyuwangi Targetkan 200 Hektare Sawah Padi Organik
Senin, 10 April 2017 18:24 WIB