Sidoarjo (Antara Jatim) - Penasihat hukum Dahlan Iskan menilai tuntutan yang diberikan oleh jaksa penuntut umum selama enam tahun penjara tidak sesuai dengan fakta persidangan yang berlangsung selama ini.
Salah satu tim penasihat hukum Dahlan Iskan yakni Yusril Ihza Mahendra, Jumat mengatakan, jaksa mengabaikan keterangan mantan Ketua Komisi C DPRD saat itu Dadoes Sumarwanto dan anggota komisi C Farid Alfauzi pernah dihadirkan sebagai saksi dalam sidang.
"Keduanya mengatakan pernah menerima surat perihal permintaan izin penjualan dan pembelian aset dari PT PWU Jatim," katanya di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur.
Ia mengatakan, surat tersebut dibahas dalam rapat dengar pendapat di Komisi C selama enam bulan dengan mengundang para pakar, Biro Perekonomian Pemprov Jatim, Biro Hukum Pemprov Jatim, dan berkonsultasi ke Kementerian Dalam Negeri.
Dari hasil rapat dan konsultasi itu, kata dia, Komisi C membuat rekomendasi ke pimpinan DPRD.
"Isi rekomendasi itu adalah, PT PWU berbentuk perseroan sehingga penjualan dan pembelian aset di PT PWU mengikuti undang-undang PT Nomor 1/1995. Karena itulah, penjualan aset PT PWU tidak perlu izin dari DPRD Jatim. Karena itu pula, DPRD Jatim menyatakan tidak berwenang memberikan persetujuan kepada PT PWU, lantaran menganut tata kelola undang-undang PT," katanya.
Menurutnya, pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi kemudian membahas rekomendasi Komisi C tersebut dan rapat pimpinan DPRD Jatim akhirnya memutuskan kesimpulan yang sama.
"Menteri Dalam Negeri juga menyatakan pasal 14 Perda 5/1999 tentang PT PWU bertentangan dengan Undang-undang PT 1/1995. Sehingga pasal 14 Perda 5/1999 tidak berlaku dan tidak bisa dijadikan acuan," ujarnya.
Menurutnya, DPRD Jatim kemudian memberikan jawaban atas surat izin pelepasan aset yang dikirim PT PWU Jatim dan jawaban itu bukan berbentuk persetujuan, tapi berbentuk rekomendasi.
"Intinya PT PWU dalam menjual aset, mengikuti UU PT. Sebelum dikirimkan, surat tersebut dibacakan dalam rapat paripurna DPRD Jatim. Jaksa jelas-jelas mengabaikan fakta tersebut," katanya.
Selain itu, kata dia, jaksa juga bersikukuh menganggap pelepasan aset di Kediri dan Tulungagung menyimpang karena tidak diumumkan di media massa.
Yusril mengatakan tudingan jaksa itu jelas tidak mendasar karena terdapat dokumen yang sudah menjadi bukti yaitu anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) perseroan serta Undang-undang 1/1995 tentang perseroan terbatas (PT).
"Dalam pasal 11 ayat 4 dan 5 AD/ART maupun pasal 8 UU PT disebutkan kewajiban mengumumkan pengalihan harta kekayaan PT, berlaku untuk pengalihan sebagian besar atau keseluruhan harta perusahaan. Nah, aset di Kediri dan Tulungagung yang pelepasannya dipermasalahkan jaksa termasuk sebagian kecil dari aset PT PWU Jatim. Sehingga tidak perlu diumumkan di media massa," katanya.
Yusril menegaskan, tuduhan ada niat jahat dari Dahlan untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain, sangat tidak berdasar karena dalam sidang terungkap bahwa Dahlan tidak pernah menerima gaji dan fasilitas apa pun dari PT PWU Jatim selama menjadi Direktur Utama PT PWU Jatim.
"Dahlan saat mengunjungi perusahaan di bawah PT PWU Jatim, selalu menggunakan uang pribadi. Dahlan rela menjadi personal guarantee (penjamin perseorangan) untuk utang yang diajukan oleh PT PWU Jatim sebesar Rp40 miliar ke bank. Dahlan juga pernah meminjamkan uang pribadinya sebesar Rp5 miliar untuk pembangunan gedung Jatim Expo," katanya.(*)