Apa yang dimaksud dengan moderat adalah, bagaimana nilai agama masuk ke negara dan bagaimana negara melindungi agama. Tapi yang sekarang terjadi adalah, agama dihadapkan pada negara, maka negara menjadi penindas agama, agama menjadi pemberontak negara. Kondisi ini, dalam jangka panjang pasti membahayakan Republik Indonesia.
Itulah cuplikan pernyataan KH Hasyim Muzadi saat diundang menjadi pembicara pada salah satu stasiun televisi. Statemen di atas, tidak mungkin keluar jika seseorang tersebut tidak mempunyai kedalaman ilmu agama yang dilandasi semangat kebangsaan. Apa yang dipaparkan oleh Kiai Hasyim merupakan parameter yang sangat nyata jika beliau memang merupakan sosok ulama yang memiliki jiwa nasionalisme.
Menjadi tokoh yang pernah memimpin organisasi Islam terbesar di dunia (baca: Nahdlatul Ulama) selama 11 tahun (1999-2010), merupakan bukti nyata bahwa figurnya benar-benar merupakan seseorang yang sangat dalam menguasai khazanah keilmuan Islam. Karena, organisasi ini tidak mungkin dipimpin oleh orang yang tidak paham ilmu keislaman. Pada sisi lain, menjadi tokoh dan pimpinan NU juga menuntut seseorang untuk paham dan peka terhadap kondisi Negara, dan itu dimiliki oleh Kiai Hasyim.
Semangatnya dalam menyebarkan perdamaian dan Islam moderat bahkan diakui oleh dunia internasional. Beberapa kali beliau diundang untuk menyampaikan pandangan keislamannya yang inklusif dan toleran di hadapan Sidang PBB. Tak hanya berhenti di situ, guna mewujudkan dunia Islam yang damai, Kiai Hasyim berhasil memobilisasi ulama-ulama di berbagai Negara untuk duduk bersama merumuskan gerakan perdamaian melalui wadah organisasi yang dipimpinnya, yakni Islamic Conference of Islamic Scholar (ICIS).
Kiprah keulamaan dan kenegarawannya yang sangat matang, pada tahun 2015 menjadikan dirinya ditunjuk sebagai anggota dewan pertimbangan presiden (watimpres). Tentu saja, tugasnya sebagai pihak yang memberikan masukan-masukan strategis kepada pemerintah guna meminimalkan konflik antarelemen bangsa dalam rangka menyemai stabilitas negara, menjadikan Kiai Hasyim seorang tokoh yang diperhitungkan dalam kancah perpolitikan nasional.
Pernah dalam sebuah kesempatan, Kiai Hasyim melontarkan kritik konstruktif pada pemerintah guna menangkal radikalisme dan terorisme yang berpotensi meruntuhkan sendi-sendi kebangsaan. Tokoh kelahiran Tuban tersebut menegaskan bahwa untuk menangkal gerakan radikalisme di Indonesia harus memberdayakan para ulama NU dan Muhammadiyah, menurutnya kedua ormas inilah yang asli Indonesia, sehingga perjuangan dan pengabdiannya untuk kepentingan Indonesia. Karena itu, kedua ormas itu harus diajak pemerintah untuk memerangi terorisme. Apalagi, organisasi-organisasi Islam yang lazim menggunakan teror dalam jalan dakwahnya banyak dimodali oleh pihak-pihak asing.
Pandangan Kiai Hasyim yang Indonesianis ini, tentu saja diilhami dan berakar dari corak keilmuannya yang ditopang oleh organisasi Islam yang membesarkannya, Nahdlatul Ulama, serta karakternya yang menjunjung tinggi semangat perdamaian atas dasar jiwa nasionalisme.
Kini, dalam iusianya yang ke 72 tahun, Kiai Hasyim kembali kehadirat Allah SWT. Kiprahnya yang begitu luar biasa, kelak akan menjadi bukti amal sholeh yang mengantarkanya kepada rahmat dan ampunan-Nya. Dedikasinya terhadap agama dan bangsa, merupakan pedoman bagi umat yang masih sempoyongan diterpa fitnah zaman yang kian mengerikan. Wafatnya ulama merupakan peringatan Tuhan kepada semua manusia yang masih hidup, untuk tetap dan terus waspada, sekaligus memberikan pelajaran bagi semua umat untuk melanjutkan perjuangan untuk kepentingan manusia secara lebih luas.
Sugeng tindak Kiai Hasyim Muzadi, semoga engkau segera dirangkul dalam naungan rahmat Allah SWT. Izinkan kami bersedih, menangis dan tertunduk walau sebentar, untuk mengungkapkan rasa kehilangan yang begitu mendalam terhadap sosok yang selama ini menjadi pegangan dan pedoman dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan kamuflase ini. Lahul Fatihah……!!! (*).
---------
*) Penulis adalah dosen, mantan aktivis PW IPNU Jatim, dan pengurus Lajnah Ta'lif wa an-Nasr PWNU Jawa Timur.