Surabaya, (Antara Jatim) - Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Tanjung Perak Surabaya Eko Prasetyo mengimbau masyarakat tidak resah dengan adanya fenomena "equinox" yang berdampak terjadinya suhu ekstrem karena fenomena alam tersebut tidak berdampak di Indonesia, khususnya Jawa Timur.
"Fenomena gelombang 'equinox' saat ini terjadi di Afrika dan Timur Tengah, tapi tidak berdampak terhadap Indonesia, khususnya Surabaya dan Jawa Timur," katanya di Surabaya, Rabu, menanggapi munculnya fenomena alam "equinox".
Ia menjelaskan, 'equinox' adalah fenomena astronomi berupa gerakan matahari mendekati ekuator atau khatulistiwa yang bisa berdampak terhadap tingginya suhu udara dalam waktu cukup lama di daerah yang dilintasi.
Menurut Eko, matahari berada di khatulistiwa pada 23 September dan 21 Maret, sedangkan berada di atas Kota Surabaya pada 23 Oktober dan 23 Februari. "Jadi, untuk wilayah Jawa Timur dan Surabaya sudah lewat," katanya.
Selain itu, masyarakat tidak perlu khawatir karena Indonesia berada di lingkungan hujan tropis sehingga kecil kemungkinannya terjadi gelombang panas seperti kawasan yang banyak gurun pasirnya.
Apalagi, lanjutnya, meskipun dalam 30 tahun terakhir yang biasanya puncak musim hujan terjadi pada Desember, Januari dan Februari, namun dalam lima tahun terakhir pada Maret dan April curah hujan masih tinggi.
Oleh karena itu, ia justru berharap masyarakat mewaspadai peluang terjadinya hujan deras yang bisa berdampak terjadap banjir dan tanah longsor.
Pada sisi lain ia mengakui, pada Mei sejumlah daerah akan mulai masuk musim kemarau, tapi April-Mei merupakan masa pancaroba yang juga masih berpeluang terjadi hujan deras dan angin kencang.
Menyinggung cuaca Surabaya dan Jawa Timur dalam beberapa hari ke depan, ia mengatakan cukup kondusif. "Belum ada gangguan tropis seperti pusat tekanan rendah ataupun badai tropis. Cukup kondusif," katanya.
Sementara itu, tinggi gelombang Laut jawa saat ini berkisar 0,5-1,3 meter dengan kecepatan angin sekitar 35 kilometer per jam, sedangkan di selatan Jawa berskiar 2-3 meter dengan kecepatan angin sekitar 45 kilometer per jam.
"Untuk perairan Laut Jawa cukup kondusif, tapi untuk selatan Jawa berbahaya untuk aktivitas nelayan," kata Eko menambahkan. (*)