Tulungagung (Antara Jatim) - Aktivis lingkungan hidup dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Mangkubumi mendesak pemerintah daerah setempat agar menggunakan perhitungan (assessment) risiko pohon tumbang dalam menerapkan kebijakan penebangan tanaman perdu di jalur hijau koat setempat.
"'Assessment' risiko merupakan salah satu penilaian penting dan atas dasar nilai risiko ini dilakukan pengelolaan risiko, antara lain mitigasi (pengurangan) risiko itu sendiri," kata Direktur PPLH Mangkubumi Muchammad Ichwan di Tulungagung, Senin.
Secara keilmuan tentang konservasi, Ichwan menyatakan bahwa nilai risiko pohon tumbang (kode R) selalu berbanding lurus dengan nilai ancaman (kode H) dan kerentanan (kode V), yang dalam teori sering dirumuskan dengan susunan R = H x V.
"Nilai R menjadi rendah bila H dan V rendah. R sedang bila H tinggi dan V rendah atau R sedang bila H rendah dan V tinggi. Sebaliknya R menjadi tinggi bila H dan V sama-sama tinggi," urainya.
Ichwan mengingatkan, apabila R tinggi maka pemerintah wajib melakukan berbagai upaya mitigasi dan pengurangan risiko sesuai Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
"Ayo, dengan rumusan sederhana ini kita semua bisa melakukan penilaian atas risiko pohon tumbang di sekitar kita," katanya mengajak.
Dengan asumsi mengacu fakta bahwa mayoritas penyebab utama pohon tumbang adalah karena angin kencang, Ichwan menilai ancaman atau faktor H di wilayah Tulungagung tinggi karena seringnya terjadi angin kencang dan merusak hampir setiap tahunnya.
Sementara dari sisi potensi atau tingkat kerentanan, PPLH Mangkubumi berpatokan pada fakta serangkaian peristiwa pohon tumbang di tepi jalan atau di jalur hijau yang sebagian berdampak kerusakan bahkan korban manusia, sehingga nilai V menjadi tinggi.
"Jadi risiki pohon tumbang atau RPT = H tinggi x V tinggi, sehingga nilai R dikategorikan sangat tinggi," ujarnya.
Menurut Ichwan, frekuensi kejadian angin kencang makin tinggi dikarenakan adanya sumber sumber panas baru di permukaan bumi akibat penggundulan dan pembukaan hutan (forestrasi).
"Frekuensi kejadian bisa diturunkan dengan menanam banyak pohon sehingga CO2 banyak diserap dan oksigen serta uap air akan mendinginkan kawasan," ujarnya.
Ichwan menambahkan, perhitungan rumit dalam manajemen risiko pohon tumbang memang diperlukan untuk bisa mengurai permasalahan yang timbul/terjadi.
Ia memisalkan nilai H yang bersumber dari angin tetap tinggi. Namun saat angin kencang menerjang tidak semua bangunan dan pohon roboh, ini berarti pohon itu roboh karena bermasalah, sedangkan yang tidak roboh tidak bermasalah.(*)