Surabaya (Antara Jatim) - Legislator menilai usaha bertahun-tahun 17 pensiunan pegawai honorer Pemerintah Kota Surabaya untuk mendapatkan bantuan keuangan berupa pensiunan atau pesangon tetap belum membuahkan hasil karena tidak ada payung hukum yang menaungi pengucuran anggaran pensiunan tersebut.
Ketua Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Surabaya Herlina, di Surabaya, Rabu, mengatakan pihaknya memahami posisi pemerintah kota jika mengucurkan anggaran pesangon untuk para pensiunan justru menyalahi aturan.
"Untuk mengucurkannya, memang tak ada landasan hukumnya," kata Herlina usai hearing dengan beberapa pensiunan Honorer dan SKPD pemerintah kota di Komisi C DPRD Surabaya.
Herlina mengaku, tuntutan pesangon para pensiunan honorer awalnya sebesar Rp50 juta. Namun, kemudian menyerahkan besarannnya kepada kesanggupan pemerintah kota. Meski begitu, pemerintah kota juga tak bisa memberikan tali asih atau bantuan keuangan tersebut, karena tak ada aturan yang mengaturnya.
Politisi Partai Demokrat ini menambahkan berdasarkan kenyataan tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah kota dalam melakukan perjanjian terkait masa kerja, hak dan kewajiban tenaga honorer atau outsourcing yang saat ini jumlahnya cukup banyak.
"Kami tak ingin pemkot nantinya mengalami kejadian seperti ini, tak bisa memberikan tali asih kepada tenaga honorernya," katanya.
Herlina mengaku kenyataan tersebut miris. Bahkan, ia menirukan keluhan yang disampaikan para pensiunan honorer kepada kalangan dewan, bahwa mereka merasa iri dengan para PSK yang diberi pesangon, sementara para pensiunan honorer yang bekerja bertahun-tahun dan membawa nama harum pemerintah kota karena prestasinya, malah tak diberi apa-apa.
"Kata mereka, kami yang bekerja tapi tak diberi kepedulian," katanya.
Ketua Komisi A ini mengakui, dalam dengar pendapat diruang komisi tidak menghasilkan solusi. Meski, Dinas pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pemkot Surabaya mengusulkan adanya modal pemberdayaan.
"Namun nilainya kecil jika diwujudkan barang nilainya sekitar Rp500 ribu–Rp700 ribu. Itu pun harus disurvei dulu memerlukan bantuan apa," katanya. (*)
Video oleh : Abdul H