Surabaya (Antara Jatim) - Gubernur Jawa Timur Soekarwo memastikan Surabaya tidak bisa mengelola SMA/SMK seperti yang diinginkan Wali Kota Surabaya Ir Tri Rismaharini.
Ditemui di Hotel Bumi, Surabaya Kamis, Pakde Karwo mengungkapkan, dalam pengelolaan SMA/SMK oleh provinsi daerah tetap dipersilahkan untuk terlibat. Namun untuk masalah pengelolaan, tetap di tangan provinsi sebagaimana amanat Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.
"Kalau minta mengelola sendiri tidak bisa karena sudah ada undang-undangnya. Harus diubah dulu undang-undangnya," katanya.
Gubernur memastikan tidak ada dasar apapun yang bisa digunakan oleh kabupaten/kota untuk mengelola SMA/SMK. "Pergub tidak bisa, perda saja rontok dengan adanya undang-undang itu," tandasnya.
Lebih lanjut Pakde Karwo menjelaskan, meski tidak tidak bisa mengelola, kabupaten/kota tetap dibolehkan mengalokasikan anggaran. Anggaran tersebut digunakan untuk membantu masyarakat Surabaya yang akan sekolah di Surabaya.
"Itu sudah kita keluarkan SE (Surat Edaran)-nya. Sebenarnya untuk menjawab Surabaya, tapi kita berikan untuk seluruh Jatim," kata dia.
Dalam prinsip penganggaran, Pakde Karwo menjelaskan, pemerintah pusat boleh membantu daerah. Begitu juga daerah boleh membantu untuk daerah lain, seperti dari kabupaten/kota ke provinsi.
"Di undang-undang itu tidak diatur hanya provinsi yang boleh membantu kabupaten/kota. Artinya Surabaya juga boleh membantu masyarakatnya dengan menganggarkan untuk SMA/SMK," kata dia.
Disinggung soal kekurangan anggaran, Pakde tidak membantah. Pihaknya mengaku, sampai saat ini anggaran untuk gaji guru masih kurang Rp128 miliar. Itu lantaran Dana Alokasi Umum (DAU) dari pusat tidak bertanbah tahun depan.
"Hanya untuk guru honorer SMA/SMK. Kalau PNS sudah aman tidak ada masalah," katanya.
Untuk mengatasinya, lanjut Pakde, sementara yang bisa digunakan adalah dana dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS). "Kita juga masih bicarakan dengan departemen keuangan kekurangannya," tutur Pakde Karwo.
Sementara itu, anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni pesimis jika anggaran yang dialokasikan Pemkot Surabaya untuk SMA/SMK dapat terserap.
Itu karena dalam nomenklaturnya tetap menggunakan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (Bopda). Nilainya cukup tinggi, yakni Rp180 miliar.
"Saya sudah mengingatkan dalam rapat paripurna agar itu dipertimbangkan lagi," kata dia.
Sayangnya, nomenklatur anggaran tersebut tetap disetujui. Padahal itu tidak sesuai dengan ketentuan PP 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
"Sekarang tinggal Gubernur yang akan mengevaluasinya. Kalau memang tidak sesuai ketentuan, maka gubernur bisa memberikan saran-saran untuk diperbaiki," kata politisi asal PKS ini. (*)