Magetan (Antara Jatim) - Petani kubis di sentra produksi Desa Sidorejo, Kecamatan Sidorejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, merugi akibat anomali cuaca yang terjadi selama tahun 2016.
Petani kubis di desa setempat, Pariyem, di Magetan, Sabtu mengatakan, pengaruh cuaca tak menentu seperti panas disertai hujan mengakibatkan tanaman kubis siap panen cepat layu dan membusuk jika tidak segera dipanen.
"Selain itu, petani juga merugi karena biaya produksi selama tahun 2016 yang meningkat akibat cuaca yang tidak menentu ini," ujar dia kepada wartawan.
Menurut dia, biaya produksi yang paling dominan adalah untuk pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) atau hama. Cuaca tidak menentu seperti saat ini menimbulkan kelembaban tinggi yang membuat perkembangbiakan hama juga meningkat.
Hama yang biasa menyerang pada musim-musim panen adalah kaper. Para petani sudah melakukan upaya pembasmian, di antaranya dengan penyemprotan pestisida, namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil.
"Akibatnya, tanaman kubis berlubang dan yang berhasil dipanen hanya sebagian kecil saja, sebab lainnya juga layu dan membusuk," kata dia.
Petani kubis lainnya, Suparno mengatakan, jika panen normal dan tidak terserang hama, lahannya bisa menghasilkan 6 hingga 7 ton sayur kubis. Namun pada panen terakhir, hanya sekitar lima ton.
Meski harga kubis di tingkat petani cukup stabil, namun hal tersebut belum dapat menuntup biaya produksi petani. Suparno menilai, biaya operasional lebih besar dari pada hasil panen.
Adapun, harga kubis yang kualitasnya bagus di tingkat pengepul bisa mencapai Rp3.500 per kilogramnya. Sedangkan harga kubis yang terserang ulat dan kaper hanya dihargai Rp2.500 hingga Rp3.000 per kilogramnya.
Para petani meminta Dinas Pertanian setempat segera turun tangan memberikan solusi ke petani cara yang efektif mengatasi hama kaper dan ulat tersebut. Apalagi, keadaan tersebut hampir merata pada semua tanaman kubis di lereng Gunung Lawu lainnya. Seperti di Kecamatan Plaosan dan Poncol.
Sementara itu, data dari Dinas Pertanian Magetan mencatat, kubis merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura andalan di daerah lereng Gunung Lawu, selain seledri, sawi, tomat, dan wortel.
Untuk menghindari kerugian yang lebih besar, banyak petani yang beralih ke tanaman sawi, seledri, dan lainnya yang dianggap lebih tahan terhadap pengaruh anomali cuaca. (*)