Jeddah, (Antara) - Pemerintah menyiapkan strategi untuk mempersingkat antrean calon haji di Indonesia.
"Pemerintah tidak berdiam diri. Kita terus berupaya bagaimana antrean panjang ini akan lebih disederhanakan," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Jeddah, Arab Saudi, Jumat waktu Arab Saudi, menjelang kepulangannya ke Tanah Air.
Antrean calon haji di beberapa daerah mencapai lebih dari 20 tahun. Strateginya antara lain melalui regulasi mendahulukan jamaah yang belum pernah berhaji dan pengalihan kuota dari negara-negara sahabat.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan regulasi agar seluruh kuota haji Indonesia dapat dimanfaatkan oleh warga negara Indonesia yang belum pernah berhaji.
"Meskipun angka yang sudah berhaji tahun ini, misalnya, tidak terlalu signifikan juga karena hanya 1,6 persen dari total kuota yang ada. Namun 1,6 persen itu angka absolutnya lumayan juga. Mungkin tahun depan itu 100 persen yang belum berhaji," katanya.
Kuota jamaah reguler Indonesia pada 2016 adalah 155.200.
Kedua, kata dia, pemerintah berencana untuk memanfaatkan kuota-kuota negara lain yang tidak terserap secara maksimal.
Namun upaya itu membutuhkan tidak hanya pembicaraan bilateral antara Indonesia dengan negara-negara yang dimaksud tapi juga persetujuan Pemerintah Arab Saudi. "Ini akan diintensifkan di masa mendatang," ujarnya.
Pada tahap awal dalam lawatan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, menurut Menag, secara lisan telah mempersilahkan Indonesia untuk memanfaatkan kuota haji Filipina yang tidak terserap.
Terkait upaya sejumlah warga negara Indonesia yang menggunakan cara-cara yang tidak resmi untuk berhaji, misalnya, dengan berangkat melalui negara tetangga atau melakukan haji dengan visa wisata, Menag dengan terang tidak mengapresiasi hal itu.
"Ini yang perlu didudukkan persepsi kita jangan sampai karena keterbatasan kuota, antrean yang panjang. itu menjadi alasan justifikasi atau pembenaran atau setidaknya pembiaran atau permisif terhadap tindakan yang ilegal, menurut saya melanggar hukum," katanya.
Ia menjelaskan, masalah antrean panjang untuk berhaji sesungguhnya bukan hanya masalah Indonesia. Sejumlah negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura juga bergulat dengan masalah yang sama.
"Singapura itu 35 tahun, Malaysia itu bahkan sampai 70-80 tahun antreannya," ujarnya.
Visa Berbayar
Sementara itu, terkait dengan rencana Pemerintah Arab Saudi untuk menjadikan haji dan umrah sebagai sumber pendapatan negara, salah satunya dengan menerapkan kebijakan visa berbayar, Menag mengatakan, akan mengomunikasikan hal itu dengan Pemerintah Arab Saudi.
"Saya yakin para petinggi Pemerintah Saudi Arabia sadar betul bahwa ini adalah bagi umat Islam. Tentu di sini diperlukan jiwa besar dari Pemerintah Saudi Arabia untuk betul-betul bisa mewujudkan semboyan pelayan dua kota suci di Saudi Arabia," katanya.
Sebelumnya, Duta Besar RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh mengatakan sudah mendengar informasi seputar kebijakan baru Pemerintah Arab Saudi untuk menerapkan visa berbayar.
"Ini belum pasti, tapi saya dengar tanggal 2 Oktober untuk umrah dan haji pertama kali gratis. Tapi untuk kedua dan seterusnya akan ada penambahan charge," katanya.
Menurut dia, dari informasi yang didengar, tarif yang agak memberatkan adalah untuk visa ziarah. Yang paling murah adalah 2.000 riyal atau sekitar Rp 7 juta.
"Kami sedang berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi terkait dengan hal ini karena itu adalah otoritas mereka," ujarnya.
Indonesia adalah negara dengan jumlah jamaah haji terbesar dan jamaah umrah yang terus mengalir setiap tahun dengan jumlah yang tidak kecil. (*)
