Pacitan (Antara Jatim) - Ibarat seorang gadis, sektor pariwisata di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur saat ini seperti memasuki masa pubertas yang membuatnya harus terus berdandan guna mempercantik diri.
Terbukanya jalur lintas selatan serta beberapa jalan sirip nasional telah membuka lebar peluang akses wisatawan untuk membanjiri aneka destinasi wisata pesisir yang menawan, namun tersembunyi di balik rimbunnya hutan dan perbukitan setempat.
Geliat sektor pariwisata di Kabupaten Pacitan setidaknya terlihat dari rekam data kunjungan wisatawan yang tersusun rapi di Dinas Kebudayaan dan Parwisata Provinsi Jawa Timur.
Dalam kurun lima tahun terakhir (2011-2015), misalnya, sektor Pariwisata Kabupaten Pacitan yang semula pada 2011 menduduki peringkat enam terbawah dari 38 kabupaten/kota se-Jatim, pada 2015 posisinya melesat di peringkat 14.
Jumlah kunjungan wisatawan domestik pariwisata Pacitan pada 2011 adalah 22.105 orang dan wisatawan mancanegara sebanyak 1.293 orang.
Sementara pada 2015 jumlah kunjungan sudah naik pesat menjadi 1.555.502 orang dan wisatawan mancanegara sebanyak 1.448 orang.
Grafik kunjungan wisatawan nusantara ke Pacitan pada 2015, menurut sumber data yang sama, hanya kalah dari Kota Surabaya yang menduduki peringkat pertama dengan jumlah kunjungan mencapai 6.985.261 wisatawan.
Dua belas daerah lain yang memiliki angka kunjungan lebih tinggi adalah Kabupaten Tuban (4.772.256), Kabupaten Malang (3.484.369), Kota Malang (3.290.071), Gresik (3.137.422), Kota Blitar (2.802.578), Lamongan (2.360.742), Kota Batu (2.261.493), Banyuwangi (1.926.179), Kabupaten Bangkalan (1.821.814), Kota Kediri (1.765.433), Kabupaten Pasuruan (1.629.631), dan Kabupaten Blitar (1.565.920).
Sementara untuk kabupaten/kota lain seperti Jember, Madiun, Ponorogo, Lumajang, Probolinggo, hingga Sumenep yang sebelumnya pada 2011 di atas jauh Kabupaten Pacitan dan lainnya, saat ini tertinggal cukup jauh dibanding daerah berjuluk "Kota 1001 Goa" tersebut.
"Potensi pariwisata di Kabupaten Pacitan yang masih orisinal dan pertumbuhan kunjungan yang spektakuler dalam beberapa tahun terakhir mendorong (Disbudpar) Jatim untuk ikut membantu promosi melalui lomba penulisan di kalangan jurnalis," tutur Kabid Pengembangan Suber Daya Pariwisata Disbudpar Jatim Rosmiati.
Pertumbuhan sektor pariwisata Kabupaten Pacitan juga bisa dilihat dari grafik pendapatan asli daerah (PAD) yang diperoleh pemda setempat dari sektor yang sama.
Menurut Menurut Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pacitan Wasi Prayitno, PAD sektor pariwisata pada 2011 hanya berkisar Rp200 juta dan 2012 sekitar Rp250 juta.
Namun, seiring tuntasnya pembangunan JLS (Jalan lintas selatan) dan beberapa jalan sirip nasional yang menghubungkan Pacitan dengan beberapa daerah lain seperti Wonogiri, Ponorogo dan Trenggalek, PAD melesat hingga mencapai Rp6,8 miliar pada 2015.
Tahun ini (2016) bahkan Pacitan berani mematok target fantastis PAD sektor pariwisata hingga kisaran Rp8,9 miliar.
"Saya tidak katakan PAD Pacitan meningkat, tapi melompat sangat jauh karena potensi dan capaiannya yang sangat besar," ujar Wasi dalam satu kesempatan paparan di hadapan komunitas jurnalis pojka pariwisata Jatim di Pacitan.
Wasi dengan nada optimistis mengeklaim pertumbuhan tingkat kunjungan wisatawan ke Pacitan terjadi sejak infrastruktur jalur lintas selatan mulai dibuka.
PAD pariwisata mereka yang pada 2013 hanya Rp420 juta, signifikan melompat menjadi Rp2,5 miliar pada tahun berikutnya.
Selanjutnya dari tahun ke tahun, angka itu cenderung terus bertambah.
"Sekarang ini (2016) target PAD kembali dinaikkan menjadi Rp8,9 miliar. Kami optimistis bisa tercapai karena hingga saat ini saja serapan PAD dari sektor parwisata sudah tembus 72 persen. Padahal masih ada empat bulan tersisa hingga 31 Desember 2016," ujarnya," ujarnya.
Strategi Pengembangan
Kekayaan potensi wisata Pacitan secara umum boleh dibilang beragam.
Selain kekayaan alam dengan puluhan destinasi wisata pesisir yang mempesona, goa-goa karst berusia tua dan sejumlah wahana alam pegunungan yang indah, daerah yang berada di pojok selatan bagian barat Jatim ini memiliki ragam jenis wisata yang menjadi daya tarik pengunjung.
Ada tiga jenis pariwisata yang menjadi andalan Pacitan, yakni geo-diversity (ragam wisata taman bumi), bio-diversity (ragam wisata alam), culture-diversity (ragam budaya dan sejarah).
Ragam rupa bumi atau geo-diversity Kabupaten Pacitan menjadi perhatian dunia sejak struktur batuan karst di daerah ini ditetapkan sebagai jaringan taman dunia (global geopark network/GGN) bersama struktur batuan karst di Wonogiri, Jawa Tengah dan Gunung Kidul, Yogyakarta yang diberi nama Gunungsewu Global Geopark Network.
Sementara ragam wisata budaya dan sejarah di Pacitan tak bisa lepas dari keberadaan dapur pra-sejarah yang ada di daerah Ngrijangan dan beberapa daerah lain sekitarnya.
"Banyak artefak maupun fosil prasejarah yang ditemukan di wilayah (Kecamatan) Punung dan Donorojo berusia tua dan menjadi barometer penelitian ilmuwan dunia," kata Kepala Disparpora Pacitan, Wasi Prayitno.
Selain itu, lanjut Wasi, keberadaan museum Panglima Jendral Sudirman di daerah Nawangan menjadi ikon wisata sejarah yang diminati kalangan pendidikan Tanah Air.
Namun diakui Wasi, segmen wisata pendidikan tidak cukup menonjol dalam mendongkrak pertumbuhan pariwisata di daerahnya.
Menurut dia, tingginya angka kunjungan yang berdampak lonjakan PAD didominasi oleh pariwisata alam, terutama wisata pesisir seperti Pantai Klayar, Srau, Watukarung, Teleng Ria dan sejumlah wisata pantai lain.
"Panjang pesisir pantai Pacitan ada sekitar 71 kilometer, dengan 51 titik kawasan pantai dan enam di antaranya telah dikelola oleh daerah," paparnya.
Wasi menjelaskan, pertumbuhan pariwisata mulai terlihat sejak 2014 setelah JLS setempat resmi dibuka pada 2013 dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kunjungan ke Pantai Klayar.
Sejak itu, kata dia, PAD sektor pariwisata Pacitan yang semula mencapai sekitar Rp1,2 miliar naik 200 persen dan terakhir melonjak lagi hingga 300 persen.
Namun, bukan berarti mimpi Pacitan untuk menjadi "The New Paradise of Java" (surga wisata baru di Pulau Jawa) tanpa kendala.
Ada beberapa faktor yang disebut Wasi menjadi hambatan dalam pengembangan pariwisata setempat, terutama menyangkut akses yang cukup jauh dari beberapa kota metropolitan seperti Surabaya dan Malang.
Empat poin yang disebut Wasi sebagai kelemahan Pacitan dibanding Banyuwangi, Malang ataupun Yogyakarta antara lain menyangkut ketiadaan sarana transportasi seperti bandara udara, pelabuhan dan kereta api.
Satu-satunya keuntungan yang dimiliki Pacitan adalah lokasinya yang cukup dekat dengan Solo dan Yogyakarta dengan jarak tempuh darat rata-rata 1-2,5 jam.
"Beda dengan Surabaya yang harus ditempuh perjalanan antara 8-10 jam. Itu sebabnya kami lebih banyak berharap kunjungan dari daerah barat ketimbang timur," ujarnya.
Kendati tantangan akses cukup pelik, Pacitan seakan tak lelah untuk terus menggeliat.
Fakta lonjakan kunjungan wisatawan dalam beberapa tahun terakhir menjadi spirit daerah ini untuk membuat sejumlah terobosan guna menutup kelemahan soal akses, seperti pembangunan infrastruktur jalan menuju titik-titik destinasi wisata pesisir dan promosi melalui aplikasi android "Go Pacitan".
Upaya lain yang tengah dipersiapkan Pemkab Pacitan bekerjasama dengan Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada adalah menyusun rencana induk pengembangan parwisata daerah (RIPDA) Jawa Timur.
"Tantangan pariwisata Pacitan ada dua, satu infrastruktur dan kedua adalah kesiapan masyarakat. Obatnya juga hanya dua, satu fokus dan kedua komitmen," kata Wasi.
Desa Wisata
Beberapa wisatawan yang pernah berkunjung ke sejumlah objek wisata di Pacitan mengaku takjub dengan keramahan masyarakat setempat.
Steve, turis asal Perancis yang berwisata di Pantai Watukarung bahkan mengaku betah berlama-lama di Pacitan karena suasananya yang tenang dan penduduknya yang sangat menghargai wisatawan.
"Kami menikmati ketenangan dan keindahan panorama alam di sini, masyarakat Watukarung ramah. Membuat kami betah berlama-lama di sini," tutur Steve dalam Bahasa Inggris dialek Prancis.
Roman Gerper asal Swiss bahkan lebih jauh melihat potensi wisata dan budaya Pacitan yang disebutnya mirip suasana Bali pada era 1980-an yang belum seramai sekarang.
Keindahan panorama alam Pantai Watukarung dan Srau telah mendorongnya untuk berinvestasi membangun resort bagi hunian atau penginapan bagi para peselancar mancanegara di daerah itu.
Sekretaris Asosiasi Desa Wisata Jatim Wiwit Peni Dwi Artari mengatakan, pembentukan desa wisata menjadi salah satu kunci pengembangan parwisata daerah di Pacitan yang saat ini terus menggeliat.
Di Desa Watukarung, misalnya, Wiwit yang juga menjabat Kades Watukarung ini aktif melakukan pembinaan masyarakat agar sadar wisata.
Selain membangun tata tertib bagi wisatawan dan pelaku usaha wisata setempat, pelatihan dan koordinasi dengan warga aktif dilakukan.
Setiap persoalan yang muncul kemudian dibahas dalam forum kelompok sadar wisata yang sudah terbentuk di wilayah desa wisata bersangkutan.
"Kebetulan di Pacitan sudah cukup banyak desa wisata terbentuk untuk mengatur mekanisme pengelolaan objek pariwisata yang belum maupun sudah diambil alih oleh pemerintah daerah," ujarnya.
Bupati Pacitan Indartato dalam satu kesempatan menegaskan, fokus pemerintah daerah setempat tidak berencana mengambil alih objek-objek wisata yang telah dikelola masyarakat desa.
"Tujuan pembangunan pariwisata itu kan untuk mensejahterakan masyarakat. Jadi jika pembangunan infrastruktur yang ada berdampak positif terhadap masyarakat, dan pengelolaan mereka sudah cukup baik maka daerah tidak perlu mengambil alih," ucapnya.
Kendati begitu, ia menegaskan pembangunan infrastruktur tidak akan membeda-bedakan antara objek wisata yang sudah dikelola pemda ataupun belum.
Dari total anggaran pembangunan infrastruktur pariwisata tahun 2016 yang dialokasikan sebesar Rp24 miliar, kata Indartato, proyeksi pembangunan adalah jalur Pantai Klayar dan beberapa destinasi wisata pantai lain.
"Pantai Pidakan itu dikelola masyarakat desa dan sejauh ini pengembangan mereka cukup bagus dengan hasil selama Lebaran lalu saja mencapai Rp200 juta lebih. Itu bagus dan kami berharap hal serupa berkembang di objek-objek wisata lain," tambahnya.
Kadis Parpora Pacitan Wasi Prayitno mengatakan ada rencana jangka menengah ke depan untuk melakukan kerjasama pengelolaan pariwisata dengan masyarakat melalui pola bagi hasil porporasi (tiket masuk dan pajak usaha wisata), namun realisasi bertahap setelah ada sosialisasi dengan masing-masing desa wisata. (*)