Surabaya (Antara Jatim) - Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa menilai istri Pahlawan Nasional Bung Tomo, Ny Sulistina Sutomo (91), yang meninggal dunia pada Rabu (31/8) dini hari pukul 01.42 WIB bisa saja diusulkan menjadi pahlawan nasional seperti halnya Bung Tomo.
"Kita ikut berduka atas wafatnya Ibu Sulistina Sutomo, semoga kita bisa meneladani perjuangan beliau. Bisa saja beliau diusulkan menjadi pahlawan, asalkan ada yang mengusulkan. Itu SOP-nya," katanya setelah berbicara di hadapan 7.000-an mahasiswa baru Unair di Surabaya, Rabu.
Dalam sebuah blog sejarah, seorang jurnalis Surabaya, Hany Akasah, mencatat Sulistina Sutomo yang bekerja di Palang Merah Indonesia (PMI) bertemu Bung Tomo saat dikirim khusus dari Malang ke Surabaya untuk merawat para pejuang yang gugur dan terluka dalam peristiwa bersejarah 10 November 1945.
Akhirnya, keduanya menikah pada 1947 dan sejak itulah almarhumah selalu setia menemani Bung Tomo di saat suka dan duka. Kesetiaan dan kebersamaan adalah sebuah nilai yang bisa diteladani dari perjalanan kedua pasangan pejuang itu.
Menurut Mensos, pihaknya saat ini mencatat ada 163 pahlawan nasional dan hanya 13 di antaranya merupakan pahlawan perempuan, karena itu istri Bung Tomo juga bisa menjadi pahlawan nasional, asalkan ada yang mengusulkan dan nantinya akan diteliti oleh Tim Penilai Gelar Kepahlawanan Nasional.
"Tapi, Kemensos sudah mempunyai apresiasi untuk para pahlawan nasional berupa bantuan silaturrahim yang diberikan kepada pahlawan nasional dan keluarganya hingga generasi kedua. Kalau Bung Tomo itu mulai dari Bung Tomo dan istrinya hingga anaknya akan mendapatkan bantuan itu," katanya.
Khusus istri Bung Tomo, pihaknya juga memiliki kedekatan dengan almarhumah dan keluarganya. "Karena itu, sesuai permintaan anaknya (Bambang Sulistomo) agar Bu Sulistina dimakamkan di samping Bung Tomo, maka saya minta Kepala Dinas Sosial Jatim untuk menyiapkannya," katanya.
Namun, Mensos batal menerima kedatangan jenazah almarhumah di VVIP Bandara Juanda, karena ada panggilan mendadak dari Presiden Joko Widodo, sehingga jenazah almarhumah langsung dibawa ke Masjid Nasional Al Akbar Surabaya untuk dishalati menjelang pemakaman di TPU Ngagel Surabaya.
Secara terpisah, anggota Komisi C DPRD Surabaya Mohammad Machmud menilai wafatnya almarhumah istri Bung Tomo hendaknya menggugah pemerintah kota Surabaya untuk mempercepat ikhtiar membangun kembali Rumah Radio Bung Tomo di Jalan Mawar 10 Surabaya yang dibongkar oknum pada awal Mei 2016.
"Soal Rumah Radio Bung Tomo di Jalan Mawar 10 Surabaya itu tidak perlu diperdebatkan lagi, apakah di Jalan Mawar 4, Jalan Mawar 10, atau Jalan Mawar 12, karena Pemkot Surabaya sudah lama memasang tetenger (prasasti) di depan Jalan Mawar 10 yang penetapannya melibatkan sejumlah ahli sejarah bergelar profesor," katanya.
Oleh karena itu, pemerintah kota Surabaya harus segera mendesak oknum yang merusaknya untuk membangun kembali Rumah Radio Bung Tomo itu, karena rumah yang dibongkar akibat IMB yang berubah peruntukannya itu harus ada lagi sebagai bukti sejarah dari Kota Pahlawan.
"Bung Tomo membakar semangat lewat siaran radio dari rumah itu hingga Surabaya menjadi Kota Pahlawan, tapi rumah itu dibongkar oleh oknum yang sebenarnya mengerti soal IMB tapi mementingkan industri jasa, sehingga PPNS harus bertindak secara terbuka. Lebih dari itu, rumah radio itu harus secepatnya dibangun kembali dalam 1-2 tahun," katanya.
Sebelumnya (10/5/2016), Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga menyesalkan pembongkaran rumah radio Bung Tomo itu. "Terus terang, saya juga nyesal, tapi pihak pembongkar rumah itu sudah bersedia mengembalikan bangunan itu seperti sediakala," katanya. (*)